IKOBENGKULU.COM - Di balik debur ombak dan angin pantai Bengkulu yang menggoda wisatawan, ada cerita perjuangan sunyi untuk menyelamatkan salah satu penghuni laut yang paling terancam—penyu.
Di sebuah desa kecil bernama Pekik Nyaring, Kecamatan Pondok Kelapa, Bengkulu Tengah, penyu-penyu itu menemukan tempat berlindung, bukan hanya dari kerasnya alam, tetapi juga dari ancaman perburuan dan kerusakan habitat. Desa ini menjadi pusat Konservasi Penyu Alun Utara, sebuah benteng terakhir bagi kelangsungan hidup mereka.
Zulkarnedi, sosok yang sederhana namun memiliki dedikasi besar, tidak pernah menyangka hidupnya akan begitu erat terhubung dengan makhluk laut ini. Sejak 2015, dia bersama Kelompok Pelestari Penyu Alun Utara telah mengabdikan diri untuk menjaga, merawat, dan memastikan penyu-penyu yang datang bertelur di pantai desa mereka dapat melanjutkan siklus hidupnya tanpa gangguan.
“Setiap bulan, ada satu hingga tiga sarang yang diisi induk penyu. Tidak setiap malam, tapi tahun ini rutin ada satu atau dua induk yang naik untuk bertelur,” cerita Zulkarnedi.
Dengan suara tenang, Zulkarnedi menjelaskan betapa rentannya kehidupan penyu. Setiap sarang berisi antara 100 hingga 150 butir telur, tapi tidak semua tukik yang menetas akan selamat hingga dewasa.
Sebagian besar menghadapi ancaman predator, perburuan manusia, dan degradasi lingkungan. Di sini, Zulkarnedi dan kelompoknya berjuang untuk memberi kesempatan lebih baik bagi para tukik. “Tugas kami memastikan mereka selamat hingga dilepas ke laut. Itu kebahagiaan kami,” ujarnya.
Di sudut lain desa, di bawah langit biru yang seringkali dihiasi awan putih, ada gerombolan anak-anak sekolah yang datang untuk melihat langsung penangkaran penyu.
Wajah mereka penuh kekaguman saat melihat tukik-tukik kecil bergerak lambat menuju laut lepas. Bagi mereka, pelajaran tentang ekosistem tidak hanya sekadar teori di kelas. Di sini, di Alun Utara, mereka menyaksikan kehidupan nyata yang bergantung pada tindakan manusia.
Namun, cerita ini bukan hanya soal penyu. Ini juga tentang bagaimana masyarakat desa yang sederhana mengambil langkah besar dalam melestarikan lingkungan mereka.
Melalui program edukasi dan penelitian, Konservasi Penyu Alun Utara berhasil melibatkan berbagai kalangan—mulai dari mahasiswa, peneliti, hingga wisatawan—untuk ikut menjaga kelangsungan hidup penyu.
“Setiap kali ada pengunjung, kami ajak mereka untuk belajar, bukan hanya soal penyu, tapi juga tentang betapa pentingnya menjaga ekosistem laut. Ini bukan hanya tanggung jawab kami, tapi tanggung jawab kita semua,” jelas Zulkarnedi sambil tersenyum.
Selama 11 tahun, pantai-pantai di Alun Utara menjadi saksi perjuangan penyu-penyu kecil yang berjuang menuju laut, dengan harapan untuk kembali suatu hari nanti sebagai induk yang siap bertelur. Melalui upaya tanpa lelah dari para relawan, penyu-penyu ini memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup.
Konservasi penyu bukanlah perjalanan yang mudah. Dibutuhkan waktu, ketekunan, dan komitmen. Tetapi, seperti yang dikatakan Zulkarnedi, “Kebahagiaan itu datang ketika kita melihat penyu-penyu itu kembali ke laut. Ini bukan hanya soal menyelamatkan penyu, tetapi juga menjaga keseimbangan alam dan mewariskan keindahan ini kepada generasi mendatang.”
Penyu Alun Utara tidak hanya membawa cerita tentang perjuangan satwa, tetapi juga tentang bagaimana manusia bisa mengubah lingkungan melalui tindakan kecil yang konsisten. Di setiap tukik yang dilepas ke laut, ada harapan baru bagi ekosistem laut Bengkulu. ***
PENULIS: SEFTIANA
FOTO: ARIEF