JAKARTA, IKOBENGKULU.COM – Dalam konteks implementasi keberlanjutan dan mitigasi perubahan iklim, Indonesia, yang terikat pada "Paris Agreement", menghadapi tantangan besar.
Negara ini berupaya melakukan transisi ke energi terbarukan dan menargetkan "net zero emission" pada tahun 2060.
Namun, realisasi rencana ini tidaklah sederhana. Penggunaan energi fosil, terutama batu bara, dalam pembangunan masih tinggi, menjadi kontributor utama emisi gas rumah kaca, sebagaimana terungkap dalam "Green Webinar" online yang diselenggarakan oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan BBC Media Action.
Upaya pemerintah untuk beralih ke energi terbarukan masih terbatas dibandingkan penggunaan batu bara, minyak, dan gas bumi.
Menurut Bambang Brodjonegoro, ekonom terkemuka dan mantan menteri, tantangan utama dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah belum adanya penghitungan penurunan nilai aset lingkungan dalam pertumbuhan ekonomi.
"Biasanya, pembangunan ekonomi fokus pada pertumbuhan PDB yang belum memasukkan faktor kerusakan lingkungan, seperti kerusakan yang terjadi selama ekstraksi di sektor pertambangan," jelasnya.
Peran sektor swasta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan juga penting. Menurut Jalal, Ketua Dewan Penasihat Social Investment Indonesia, hampir tidak ada komitmen terhadap pembiayaan berkelanjutan di kalangan pelaku usaha, sebagian karena implementasi regulasi keuangan berkelanjutan yang baru dimulai pada tahun 2019.
Perlambatan dalam menerapkan pembangunan dan ekonomi berkelanjutan telah memperparah krisis iklim. Di tahun 2023, dampak perubahan iklim semakin terasa, mulai dari peningkatan suhu bumi, bencana alam, hingga kegagalan panen, memunculkan kekhawatiran akan krisis pangan.
Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang memperhatikan lingkungan sangat diperlukan, dengan kerjasama semua pihak.
Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, dalam sambutannya mengajak pers dan semua pihak untuk memahami pentingnya isu lingkungan.
"Jika kita tidak bisa mengubah gaya hidup, jika kita tidak bisa menemukan model pembangunan ekonomi alternatif, kita akan terus bergerak menuju jurang yang akan menjadi titik balik bagi bumi yang kita diami bersama," tegasnya. ***