Oleh: Hunnsen Prawira Tama, Mahasiswa S1 Jurnalistik Fisip Universitas Bengkulu
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Salah satu platform yang sangat populer adalah aplikasi X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter . Aplikasi ini memungkinkan penggunanya untuk berbagi informasi, opini, dan berita secara real-time kepada jutaan pengguna lainnya di seluruh dunia. Meskipun memiliki banyak manfaat, seperti memperluas wawasan dan mempercepat arus informasi, penggunaan aplikasi ini yang tidak terkontrol ternyata dapat membawa dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental penggunanya.
Penggunaan Twitter secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental yang serius. Salah satu dampak paling umum adalah munculnya stres dan kecemasan yang berlebihan, terutama akibat informasi yang terus-menerus mengalir tanpa henti. Selain itu, maraknya praktik cyberbullying dan ujaran kebencian di platform ini juga turut memperparah kondisi mental pengguna, terutama bagi mereka yang menjadi korban secara langsung. Tidak jarang pula pengguna merasa tidak berharga atau iri hati karena terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang lain yang terlihat lebih sukses atau bahagia di media sosial, meskipun kenyataannya tidak selalu demikian. Hal ini mendorong terbentuknya pola perbandingan social yang tidak sehat, yang dalam jangka panjang dapat memicu depresi. Kecanduan terhadap media sosial ini juga dapat menurunkan produktivitas karena waktu yang seharusnya digunakan untuk bekerja atau beristirahat justru habis digunakan untuk menggulir layar tanpa tujuan. Selain itu,
kebiasaan menggunakan Twitter hingga larut malam dapat mengganggu pola tidur dan kualitas istirahat seseorang.
Beberapa faktor utama yang menjadi penyebab buruknya pengaruh Twitter terhadap Kesehatan mental antara lain adalah arus informasi yang berlebihan, yang membuat pengguna merasa kewalahan dan tidak mampu menyerap semua informasi dengan baik. Selain itu, anonimitas pengguna membuat sebagian orang merasa bebas untuk menyampaikan ujaran kebencian atau melakukan serangan verbal terhadap orang lain tanpa rasa takut akan konsekuensi. Algoritma media sosial juga berperan besar karena secara otomatis menyajikan konten-konten yang dianggap menarik bagi pengguna, tanpa mempertimbangkan apakah konten tersebut membawa dampak positif atau negatif. T ekanan sosial yang timbul dari keinginan untuk selalu mengikuti tren atau mendapat pengakuan dari pengguna lain juga turut memperburuk kondisi mental seseorang.
Meskipun demikian, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengaruh buruk Twitter terhadap kesehatan mental. Pertama, penting untuk mengatur waktu penggunaan Twitter dengan bijak. Pengguna dapat memanfaatkan fitur screen time atau aplikasi digital wellbeing untuk memantau dan membatasi durasi penggunaan aplikasi ini setiap harinya. Kedua, sangat disarankan untuk melakukan kurasi terhadap konten yang dikonsumsi, seperti dengan unfollow akun-akun yang menyebarkan hal-hal negatif dan hanya mengikuti akun yang memberikan pengaruh positif.
Ketiga, menjaga keseimbangan hidup sangat penting. Salah satunya adalah dengan melakukan digital detox secara berkala, yaitu istirahat sejenak dari media sosial untuk kembali fokus pada aktivitas di dunia nyata yang lebih bermakna.
Sebagai kesimpulan, Twitter atau aplikasi X merupakan platform yang dapat memberikan manfaat besar jika digunakan dengan bijak. Namun, jika penggunaannya tidak dikendalikan, aplikasi ini juga dapat menimbulkan berbagai dampak buruk bagi kesehatan mental, seperti stres, kecemasan, depresi, cyberbullying, kecanduan, hingga gangguan tidur . Oleh karena itu, kesadaran akan cara menggunakan media sosial secara sehat dan seimbang menjadi kunci utama dalam menjagakesehatan mental di era digital saat ini. ***