Bengkulu Catat Penurunan Laju Deforestasi, Tantangan Baru Menanti

Bengkulu Catat Penurunan Laju Deforestasi, Tantangan Baru Menanti

Bengkulu, 23 Desember 2024 – Menutup tahun 2024, Provinsi Bengkulu berhasil mencatatkan kemajuan dalam upaya pelestarian lingkungan. Berdasarkan analisis citra satelit oleh Tim Geographic Information System (GIS) Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, laju deforestasi di Bengkulu menunjukkan penurunan signifikan. Tutupan hutan di wilayah ini pada 2024 tercatat seluas 643.961 hektare, hanya berkurang 1.155 hektare dibanding tahun sebelumnya. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan kehilangan 8.306 hektare pada periode 2022-2023.

“Ini menunjukkan bahwa Bengkulu mampu menahan laju kehilangan hutan hingga 86 persen,” ungkap Rudi Syaf, Manager Komunikasi KKI Warsi.

Penurunan ini tak lepas dari bertambahnya tutupan hutan seluas 1.330 hektare di kawasan masyarakat, hutan lindung, taman nasional, dan cagar alam. Namun, tantangan tetap ada, terutama di kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi, yang masing-masing kehilangan 1.914 dan 373 hektare.

Selain menyelamatkan tutupan hutan, langkah pengelolaan yang lebih baik juga berdampak pada penurunan emisi karbon. Hitungan KKI Warsi menunjukkan emisi karbon dioksida dari deforestasi turun dari 7 juta ton CO2 pada 2023 menjadi hanya 1 juta ton CO2 di 2024. Meski demikian, kegiatan ekstraktif seperti izin usaha pertambangan, perkebunan kelapa sawit, dan pengelolaan hutan oleh korporasi tetap menjadi sumber utama pelepasan emisi.

“Pelepasan emisi terbesar berasal dari aktivitas pembukaan lahan oleh PBPH (Perusahaan Berizin Pengelolaan Hutan),” tambah Rudi.

Pada 2024, PBPH menyumbang kehilangan hutan sebesar 1.705 hektare, yang menjadi tantangan utama pengendalian perubahan iklim di Bengkulu. Untuk menghadapi tantangan ini, Direktur KKI Warsi, Adi Junedi, menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak.

“Perbaikan tata kelola kehutanan, restorasi lahan kritis, dan pengawasan ketat terhadap izin pengelolaan hutan harus segera diterapkan,” ujarnya.

Ia juga mendorong penerapan skema perdagangan karbon serta pemberdayaan masyarakat melalui program perhutanan sosial.

Di Desa Baru Raja R, Bengkulu Utara, penerapan skema Hutan Desa menunjukkan hasil positif. Masyarakat setempat berhasil memulihkan hutan yang terdegradasi dengan menanam kopi sekaligus mengembangkan produk kopi premium sebagai alternatif ekonomi.

“Ekonomi berbasis potensi lokal seperti ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mengurangi tekanan terhadap hutan,” jelas Adi.

Dengan keberhasilan ini, Bengkulu menegaskan komitmennya dalam mengatasi deforestasi dan perubahan iklim. Namun, upaya pelestarian lingkungan ini harus terus didukung dengan kebijakan berkelanjutan, edukasi masyarakat, dan penegakan hukum yang tegas terhadap aktivitas yang merusak hutan. (Rls)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index