Marga Mubalus Tolak Putusan Sidang Adat, Soroti Klaim Sepihak Tanah Arteri–Saoka

Marga Mubalus Tolak Putusan Sidang Adat, Soroti Klaim Sepihak Tanah Arteri–Saoka

Sorong : Marga Mubalus melalui Kuasa Hukumnya, Imanuel R. Balak, menyatakan penolakan tegas terhadap hasil sidang adat yang menetapkan tanah dari kawasan Arteri hingga Saoka sebagai milik Marga Kalawaisa.

Imanuel menilai proses persidangan diduga tidak adil dan cacat secara hukum adat maupun hukum nasional. Imanuel menyebut bahwa komitmen untuk menggelar sidang ulang yang adilpun, tidak dilaksanakan.

“Sejak awal, keluarga Mubalus tidak pernah dilibatkan dalam sidang. Ini melanggar asas keadilan, karena tidak ada kesempatan untuk didengar,” kata Imanuel.

Imanuel juga menyoroti adanya kejanggalan dalam berita acara sidang adat yang menyebut adanya sidang tertutup, padahal faktanya tidak pernah dilakukan. Selain itu, ia mengungkap bahwa Kepala Suku Besar Moi tidak dilibatkan dan bahkan telah mengeluarkan surat resmi penolakan terhadap hasil sidang.

“Kepala Suku Besar tidak pernah memberikan rekomendasi pembentukan majelis adat. Tanpa itu, proses sidang tidak sah secara adat,” jelas Imanuel.
 

Sementara itu, perwakilan keluarga Mubalus, Mateus Mubalus, menegaskan bahwa mereka memiliki sejarah kepemilikan adat yang kuat dan jelas atas wilayah Arteri hingga Saoka. Mubalus menyebut Marga Kalawaisa justru datang ke wilayah itu karena diselamatkan oleh keluarga Mubalus pada masa lalu.

“Mereka tinggal di Saoka karena ditolong oleh orang tua kami ketika rumah mereka dibakar. Sekarang justru mereka mengklaim tanah itu milik mereka,” ungkap Mateus.
 

Awal Mula Permasalahan

Permasalahan ini bermula pada tahun 2024 ketika muncul klaim sepihak dari Marga Kalawaisa atas kepemilikan tanah adat di kawasan Arteri hingga Saoka. Klaim tersebut kemudian memicu penyelesaian melalui forum adat.

Namun, sejak awal proses dinilai mereka tidak adil karena hanya melibatkan salah satu pihak, yakni Kalawaisa, tanpa mengikutsertakan Marga Mubalus dalam forum resmi.

Ketegangan semakin meningkat saat terjadi insiden pengrusakan rumah keluarga Mubalus di Saoka pada akhir 2024, yang kemudian dilaporkan ke pihak berwenang dan menjadi perhatian publik.
 

Perwakilan Mubalus melalui kuasa hukum menilai seluruh proses persidangan adat itu cacat formil dan substansi, sehingga tidak dapat dijadikan dasar hukum yang sah atas kepemilikan tanah adat tersebut. 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index