Rumah Pintar KBA Jorong Tabek: Inovasi Ekonomi Sirkuler di Lereng Gunung Talang

Rumah Pintar KBA Jorong Tabek: Inovasi Ekonomi Sirkuler di Lereng Gunung Talang
Para ibu rumah tangga di Jorong Tabek tengah mengolah nira pohon enau menjadi gula semut secara tradisional.(Ho.IDM)

Talang Babungo, Sumatera Barat — Saat pagi menyapa lereng Gunung Talang dengan kabut tipis dan udara sejuk khas dataran tinggi, sebuah rumah panggung sederhana di Jorong Tabek mulai ramai didatangi warga. Bukan untuk sekadar berkumpul, melainkan untuk mengolah limbah jadi berkah. Inilah Rumah Pintar KBA Jorong Tabek—simbol transformasi desa yang semula sunyi menjadi pusat inovasi ekonomi sirkuler.

Dibangun tahun 2019 lewat gotong royong masyarakat, bangunan kayu berukuran 4x20 meter ini kini menjelma menjadi laboratorium hidup ekonomi sirkuler. Dari tempat ini, konsep berputar soal sampah dan nilai, kearifan lokal dan teknologi sederhana, tumbuh seiring denyut kehidupan warga.

Sebuah Ide, Sebuah Gerakan

Para ibu rumah tangga di Jorong Tabek tengah mengolah nira pohon enau menjadi gula semut secara tradisional. (foto: Ho/IDM)

“Ide dasarnya sederhana: jangan buang yang masih bisa jadi manfaat,” ujar Kasri Satra, tokoh masyarakat yang juga menjabat sebagai Ketua Kampung Berseri Astra (KBA) Jorong Tabek.

Kasri bukan sekadar penggerak, ia adalah pemantik kesadaran kolektif. Lewat bimbingannya, warga belajar bahwa ekonomi tak harus selalu linear. Dalam konsep ekonomi sirkuler yang diusung, semua bahan—baik hasil maupun limbah—tetap berputar dalam siklus yang bernilai.

Konsep ini berakar pada aktivitas utama warga: menyadap nira pohon enau, mengolahnya menjadi gula semut aren, dan memanfaatkan limbahnya untuk budidaya maggot. Lalu maggot digunakan sebagai pakan ikan di kolam komunitas. Bahkan, sisa limbah non-organik pun tak luput dari perhitungan ekonomi. Mereka mengelolanya lewat bank sampah, yang mengubah sampah plastik menjadi tabungan warga.

Dari Nira, Menjadi Rantai Ekonomi

Di ujung gang kecil yang menanjak, berdirilah Rumah Produksi Gula Semut Aren Jorong Tabek. Di sini, nira yang diperoleh dari hasil memukul pangkal bunga pohon enau dikumpulkan dalam bambu, lalu diolah menjadi bubuk manis berwarna cokelat keemasan.

Sebanyak 20 kepala keluarga bergilir setiap hari untuk memproduksi gula semut. Dengan suhu pegunungan berkisar 18–24°C, kadar gula dari nira enau menjadi lebih pekat dan tekstur gulanya halus. Dalam sehari, mereka bisa menghasilkan 10–20 kg gula semut, dengan kapasitas optimal mencapai 50 kg jika akses pasar diperluas.

Namun, keunikan produksi ini bukan hanya dari cita rasa, tapi dari pengelolaan limbahnya.

Limbah Tak Lagi Buangan

bu-ibu penggiat ekonomi sirkuler tengah mempersiapkan pakan maggot hasil olahan limbah organik

Limbah cair dan ampas dari produksi gula semut serta aktivitas rumah tangga warga dikumpulkan di Rumah Maggot. Di sanalah larva lalat tentara hitam (black soldier fly) atau yang dikenal dengan maggot, dipelihara dan diberi makan limbah organik.

“Maggot itu rakus. Semua habis. Tapi bukan cuma soal bersih-bersih, maggot itu jadi uang,” kata Kasri sambil menunjukkan ember-ember kecil berisi larva yang menggeliat.

Maggot yang siap panen lalu dijadikan pakan untuk ikan-ikan di Kolam Ikan KBA, yang sekaligus berfungsi sebagai tempat wisata mancing bagi pengunjung luar daerah. Dari kolam ini, rata-rata pendapatan bersih sekitar Rp5 juta per bulan, sebagian disisihkan untuk mendanai kebutuhan pendidikan dan kesehatan warga kurang mampu.

Sementara sampah plastik, logam, dan kertas disortir dan ditimbang di Bank Sampah Jorong Tabek. Setiap warga memiliki “buku tabungan sampah”—rekap setoran yang bisa diuangkan kapan saja. Dari pengelolaan sampah ini, dana tak hanya kembali ke warga, tapi juga digunakan membiayai pembangunan fasilitas umum dan pemberian beasiswa.

Tempat Belajar, Tempat Bertumbuh

Tangan-tangan terampil ibu-ibu Jorong Tabek mengubah limbah menjadi karya.
Dari sampah menjadi berkah, kerajinan ini lahir dari semangat menjaga lingkungan dan menguatkan ekonomi keluarga. (Foto:  Ho.Idm)

Kembali ke Rumah Pintar, tempat ini bukan sekadar kantor komunitas. Di sinilah segala ide diuji, diperbincangkan, dan disusun menjadi aksi nyata.

Ada perpustakaan budaya, ruang diskusi ekonomi, dan informasi tentang 45 homestay milik warga yang siap menyambut wisatawan. Sebanyak 90 penggiat ekonomi sirkuler—kebanyakan ibu rumah tangga—berkumpul setiap pekan. Mereka tidak hanya memproduksi, tetapi juga mempelajari pemasaran, desain kemasan, dan sistem distribusi.

"Yang kami bangun bukan hanya ekonomi, tapi martabat. Dulu kami dikenal sebagai desa yang tertinggal. Sekarang, kami jadi contoh,” ujar Kasri.

Keajaiban Sosial di Lereng Talang

Perubahan tak berhenti di ekonomi. Kesejahteraan sosial pun ikut terangkat. Salah satu kebanggaan warga adalah keberhasilan mengirim 20 anak muda dari Jorong Tabek belajar ke Jepang lewat beasiswa. Dana awalnya berasal dari hasil pengelolaan ekonomi sirkuler yang dikumpulkan bersama.

Kasri mengenang masa-masa sulit desa ini. “Dulu, untuk beli beras harus pinjam. Sekarang, orang tua bisa sekolahkan anak hingga ke luar negeri,” tuturnya pelan, matanya menerawang.

Kehidupan di Jorong Tabek kini bukan hanya cerita tentang desa di lereng bukit. Ia telah menjadi ruang hidup inspiratif, tempat konsep hijau, lokalitas, dan solidaritas bersatu dalam harmoni.

Menatap ke Depan

Mereka merupakan bagian dari penggerak ekonomi sirkuler KBA Jorong Tabek yang memberdayakan warga melalui produksi pangan lokal dan pengelolaan limbah terpadu./dok

Kini Kasri dan timnya tengah menyusun peta jalan pengembangan. Harapan mereka sederhana namun strategis: akses pasar, pelatihan lanjutan, dan digitalisasi data ekonomi sirkuler.

“Kami ingin desa-desa lain belajar dari kami, dan kami juga ingin terus belajar dari dunia luar,” katanya.

Rumah Pintar KBA Jorong Tabek adalah bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari rumah. Dari nira, limbah, dan semangat gotong royong, desa kecil ini memutar roda ekonomi yang berdampak nyata. Di lereng Gunung Talang, ekonomi tidak hanya berjalan. Ia berputar, menghidupi, dan memuliakan. ***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index