IKOBENGKULU.COM - Di tengah gempuran teknologi canggih seperti ChatGPT, Google Gemini, dan berbagai tools kecerdasan buatan lainnya, dunia pendidikan kini menghadapi tantangan baru. Kecanggihan yang awalnya dimaksudkan untuk mempermudah proses belajar, perlahan mulai mengikis kebiasaan berpikir mendalam di kalangan remaja dan mahasiswa.
Fenomena ini mulai terasa di lingkungan sekolah dan kampus, termasuk di Kota Bengkulu. Banyak pelajar dan mahasiswa yang kini terbiasa menyelesaikan tugas cukup dengan mengetik pertanyaan ke AI, tanpa harus membuka buku atau memahami materi secara menyeluruh.
Tak bisa dimungkiri, penggunaan AI juga membawa banyak manfaat positif. Bagi pelajar dan mahasiswa, AI bisa menjadi alat bantu yang sangat efisien untuk mencari referensi, memperluas wawasan, hingga membantu menyusun struktur tulisan secara lebih cepat.
“Sebenernya Kalau dipakai dengan bijak, AI ini membantu sekali. Kita bisa lebih cepat menyusun materi, belajar dari berbagai sumber yang mungkin sebelumnya sulit diakses,” ujar Sari, mahasiswa semester 4, Uinfas Bengkulu.
AI juga mempermudah akses informasi dalam hitungan detik, memberikan ringkasan cepat, menerjemahkan teks, bahkan membantu memahami topik yang sulit dengan penjelasan yang lebih sederhana.
Namun, di balik semua kemudahan itu, ada sisi gelap yang mulai terlihat. Ketergantungan terhadap AI membuat sebagian mahasiswa kehilangan keinginan untuk berpikir kritis, malas membaca buku, dan enggan berdiskusi. Mereka cenderung hanya menyalin jawaban, tanpa memahami makna di baliknya.
“Awalnya aku di rekomendasiin sama temenku. Katanya pakai AI aja biar nugas lebih gampang. Terus lama-lama jadi kebiasaan. Setiap ada tugas, pasti pakai AI. Tinggal ketik, semuanya udah keluar. Tapi pas disuruh presentasi malah bingung sendiri karena nggak benar-benar paham materinya” ungkap Hana.
Anak muda masa kini dituntut untuk bijak dalam menggunakan teknologi, memanfaatkan kelebihan AI, tetapi tetap mengasah logika, kreativitas, dan daya analisis secara manual.
Kini, tantangannya bukan sekadar menguasai teknologi, tetapi juga bagaimana menggunakannya dengan bijak, tanpa kehilangan esensi belajar yang sesungguhnya. (Feby)