IKOBENGKULU.COM- Konsorsium Bentang Alam Seblat mendesak Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, untuk segera mencabut izin yang diberikan kepada PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) yang beroperasi di Provinsi Bengkulu. PT API, yang memegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA), dinilai telah lalai dalam mengelola kawasan hutan di areal konsesinya dan menyebabkan kerusakan hutan yang signifikan.
"PT API telah merusak kawasan hutan di konsesinya, ini bertentangan dengan kewajiban mereka untuk menjaga dan melestarikan hutan," kata Iswadi, Ketua Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia sekaligus Koordinator Program Konsorsium Bentang Seblat.
Kerusakan Hutan Capai 14.183 Hektar
Pemantauan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat pada tahun 2024 menunjukkan bahwa kerusakan hutan di kawasan konsesi PT API telah mencapai 14.183,48 hektar. Kerusakan tersebut termasuk konversi hutan menjadi semak belukar dan perkebunan sawit ilegal. Kerusakan ini jelas bertentangan dengan aturan yang mengharuskan pemegang izin untuk melaksanakan perlindungan dan pemulihan kawasan hutan yang dikelola.
Berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pemegang izin usaha wajib menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan yang menjadi kawasan kerjanya.
Sementara itu, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 mewajibkan setiap pemegang izin pemanfaatan hutan untuk melakukan perlindungan dan pemulihan terhadap kerusakan hutan.
Perambahan Lahan dan Jual Beli Lahan Hutan
Selain kerusakan hutan, Konsorsium Bentang Alam Seblat juga mengungkapkan praktik ilegal lainnya yang terjadi di kawasan konsesi PT API. Iswadi menambahkan, "Kami menemukan 114 kasus kejahatan kehutanan, termasuk penebangan liar yang dilakukan secara sembarangan, atau yang dikenal dengan istilah 'tebang tumbur'." Lahan yang telah ditebang tersebut kemudian dialihfungsikan untuk perkebunan sawit ilegal. Bahkan, ada dugaan praktik jual beli lahan hutan yang melibatkan aparat penegak hukum dan pemerintahan desa, dengan harga pasar lahan yang telah ditebang berkisar antara Rp10 hingga Rp15 juta per hektar.
Kawasan Ekosistem Esensial Terancam
Kawasan Bentang Seblat, yang berfungsi sebagai jalur konektivitas gajah Sumatera dan memiliki luas 80.987 hektar, kini terancam akibat konversi lahan menjadi perkebunan sawit dan kegiatan ilegal lainnya. Selain itu, kawasan ini juga merupakan habitat bagi berbagai satwa langka seperti harimau, gajah, dan tapir. Kehilangan fungsi ekologis kawasan ini dapat berdampak pada punahnya satwa-satwa langka dan keseimbangan ekosistem.
Tindakan Tegas Diperlukan
Gunggung Senoaji, Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu, mengungkapkan bahwa sebagian besar area konsesi PT API yang seharusnya berfungsi sebagai hutan produksi kini telah terdegradasi dan dialihfungsikan untuk perkebunan sawit. Gunggung menekankan pentingnya perubahan status kawasan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi untuk memastikan perlindungan lebih lanjut terhadap ekosistem.
"Dari sisi ekonomi, keberadaan perusahaan ini sudah tidak menguntungkan. Opsi terbaik adalah mengubah fungsi kawasan menjadi hutan konservasi untuk melindungi ekosistem yang ada," kata Gunggung.
Tanggapan Menteri Kehutanan
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni sebelumnya menyatakan komitmennya untuk mencabut izin perusahaan yang tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan hutan. Ali Akbar, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, mengapresiasi pernyataan Menteri Kehutanan tersebut, namun juga meragukan apakah kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan tegas.
"Jika benar, pencabutan izin PT API adalah langkah yang sangat tepat untuk mengatasi kerusakan yang telah terjadi di Bentang Seblat," ujar Ali.
Dengan kerusakan yang semakin parah dan ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem, Konsorsium Bentang Seblat mendesak Menteri Kehutanan untuk segera mencabut izin PT API. Tindakan ini diharapkan dapat melindungi kawasan Bentang Seblat dari kerusakan lebih lanjut dan memastikan keberlangsungan hidup satwa langka serta keseimbangan ekosistem di Provinsi Bengkulu. ***