KPK Perkuat Langkah Perlindungan Saksi dan Pelapor Korupsi

KPK Perkuat Langkah Perlindungan Saksi dan Pelapor Korupsi
Kepala Biro Hukum KPK, Ahmad Burhanudin, pada agenda FGD tentang ‘Perlindungan Saksi atau Pelapor dalam Whistleblowing System’ di Gedung ACLC KPK, Jakarta (Foto: Dok KPK)

JAKARTA, IKOBENGKULU.COM- Berbagai langkah strategis terus dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Salah satu upaya penting adalah memperhatikan dan melindungi para saksi dan pelapor tindak pidana korupsi, mengingat pentingnya keterangan mereka dalam mengungkap kasus korupsi.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Biro Hukum KPK, Ahmad Burhanudin, pada acara Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Perlindungan Saksi atau Pelapor dalam Whistleblowing System dan Penafsiran Pasal 36, 37, 65 dan 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi’, yang digelar di Gedung ACLC KPK, Jakarta, pada Minggu (28/7/2024).

Burhanudin menekankan pentingnya kedudukan saksi dalam proses penegakan hukum dan peradilan sebagai perangkat hukum khusus. Ini menjadi alasan pembentukan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 yang mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

“Keterangan pelapor yang berstatus sebagai saksi menjadi faktor penting untuk membuktikan kebenaran dalam suatu kasus tindak pidana korupsi. Dengan adanya UU perlindungan saksi dan korban, terbukti bahwa negara berupaya memberikan jaminan berupa perlindungan hukum kepada saksi dan pelapor dalam mengungkapkan fakta dalam kasus korupsi,” kata Burhanudin.

Burhanudin juga menyoroti maraknya ‘serangan balik’ seperti intimidasi hingga tuntutan balik dari terlapor terhadap saksi pelapor yang menghambat proses penegakan hukum. “Oleh karenanya, perlindungan hukum terhadap saksi pelapor tindak pidana korupsi difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang tidak sekadar adaptif dan fleksibel, melainkan prediktif dan antisipatif,” terangnya.

Perlindungan hukum terhadap saksi pelapor diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menyebut bahwa KPK berkewajiban memberikan perlindungan kepada saksi atau pelapor yang memberikan keterangan mengenai tindak pidana korupsi.

KPK menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) mengenai penyusunan naskah akademis dan rancangan perubahan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pelayanan Publik. Ketentuan perlindungan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

“Hingga saat ini, KPK terus berupaya menjalin kerjasama dengan kurang lebih 48 Kementerian/Lembaga dan 14 Pemerintah Daerah untuk mengintegrasikan Whistleblowing System (WBS) terintegrasi yang memudahkan dalam membuat laporan. Melalui upaya ini, pengorbanan para saksi pelapor harus diapresiasi melalui kebijakan dalam formulasi perlindungan hukum yang kuat,” ungkap Burhanudin.

KPK berharap dengan adanya peraturan yang berlaku dan penguatan mengenai perlindungan hukum terhadap saksi pelapor (whistleblower) dapat memberikan rasa aman kepada saksi dalam kasus tindak pidana korupsi. Selain itu, penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh KPK diharapkan dapat ditangani dengan cepat, tepat, dan optimal.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index