Bengkulu - Pemilihan Dekan (Pildek) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bengkulu (UNIB) terancam batal demi hukum setelah muncul temuan serius soal tidak dilibatkannya tiga guru besar dalam keanggotaan senat. Guru besar hukum tata negara Universitas Esa Unggul Jakarta sekaligus mantan Ketua IKAL UNIB pertama yakni Prof. Dr. Juanda, menilai patut diduga bahwa praktik ini memang ada unsur kesengajaan oleh pihak tertentu agar memenangkan salah satu calon yang ada.
Dalam politik praktis dimanapun dan dalam level manapun memang hal biasa ada yang mendukung dan ada yang tidak. Namun ketika hak tiga guru besar sebagai anggota senat Fisip tidak diberikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku maka di sanalah muncul dugaan yang mengarah pada tindakan tidak fair yang dilakukan oleh pihak yang pejabat berwenang, padahal mereka sah secara akademik dan legal, maka itu tindakan sistematis yang disengaja ,” tegas Prof. Juanda yang saat ini juga menjabat sebagai Penasihat Menteri Desa dan PDT bidang hukum.
Prof Juanda menegaskan bahwa secara hukum, setiap guru besar dalam setiap Program Studi atau jurusan memiliki wakil di senat Fakultas atau Universitas, sebagaimana diatur dalam statuta dan peraturan perundang-undangan. Karena itu, dikeluarkannya SK senat yang tidak menyertakan mereka disebutnya sebagai bentuk penghilangan hak dan pelecehan terhadap status guru besar.
"SK senat itu cacat secara formil dan materiil. Kalau cacat, maka pemilihan Dekan yang digelar berdasar SK itu otomatis tidak sah. Harus dibatalkan dan diulang," tandasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut terindikasi pula unsur mens rea atau niat yang kurang fair dalam proses tersebut, mengingat status guru besar ketiganya telah ditetapkan sejak 2023 dan awal 2024. Namun hingga pemilihan 17 Juni 2025 lalu, belum juga dimasukkan sebagai anggota senat. Padahal, kata Juanda, penerbitan SK baru bisa diselesaikan dalam waktu sangat singkat jika ada kemauan dari pihak pimpinan.
“Kalau di DPR, undang-undang bisa diubah satu malam. Masa SK internal kampus butuh waktu berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun?. Ini jelas bukan soal teknis semata tetapi sudah dpat diduga soal substantip yang berkaitan dengan kesengajaan dan tindakan tersebut mengindikasi adanya dugaan penyalahgunaan wewenang, dan perbuatan tersebut dapat dikategorikan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang swharusnya dipedomani dan ditaati oleh pejabat yang ada di UNIB” katanya tajam.
Lebih lanjut Prof Juanda menegaskan konsekuensi hukum dari Pildek tersebut tidak bisa dianggap enteng.
“Jangan dianggap remeh dan lebih berbahaya lagi jika Dekan Fisip Unib misalnya tetap dilantik dan menjabat sebagai Dekan Fisip Unib tetapi didasarkan suatu keputusan yang di duga cacat prosedural (formil) dan cacat substantif ( materiel) yang dalam hal ini adalah SK Rektor yang melanggar hukum, UU, statuta dan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik maka seluruh tunjangan dan pendapatan yang didapat dari Dekan yang dilantik tersebut akan berpotensi menjadi tindak pidana korupsi, itu yang paling bahaya, dan semua yang terlibat dalam proses pemilihan Dekan yang tidak sah itu bisa terseret sebagai pelaku atau ikut melakukan tindak pidana korupsi, dan kualifikasi tindak pidana korupsi yaitu, sesorang menyalahgunakan wewenang, secara melawan hukum, dapat menguntungkan orang lain, diri sendiri dan bdan hukum lainnya, dapat merugikan keuangan negara maka yang bersangkutan dapat di kenakan dugaan pasal tindak pidana korupsi. Jadi hati-hati jagnan anggap remeh dalam kasus Pildek Fisip Inib ini. Seorang pejabat dengan SK yang keliru dapat terseret sebagai pelaku atau ikut membantu melakukan tindak pidana korupsi” tegas Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul Jakarta tersebut kepada awak media.
Lebih lanjut ia menambahkan, konsekuensi dari segi hukum administrasi maka seluruh produk hukum atau seluruh keputusan/kebijakan Dekan yang tdk sah itu akan beresiko cacat hukum dan itu potensi yang akan dihadapi oleh Rektor dan Dekan yang dilantik nanti jika tetap memaksa tdk mau melakukan pemilihan ulang Dekan FISIP tersebut.
CATATAN REDAKSI:?
Kasus ini menyangkut integritas demokrasi di institusi pendidikan tinggi negeri. Dugaan penghilangan hak tiga guru besar dalam Pildek FISIP UNIB bukan sekadar persoalan teknis atau kelalaian administratif, tetapi berpotensi sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan kekuasaan. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola kampus dan bisa mencederai reputasi akademik UNIB secara nasional.?Redaksi akan terus mengawal proses ini, termasuk potensi langkah hukum lanjutan oleh para guru besar, serta respons dari pihak rektorat dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. (Cik)