Krisis Darah di Kota Bengkulu: PMI Berjuang di Tengah Tunggakan Rumah Sakit

Krisis Darah di Kota Bengkulu: PMI Berjuang di Tengah Tunggakan Rumah Sakit
Ketua PMI Kota Bengkulu, Dedy Wahyudi, mengajak masyarakat untuk menjadikan donor darah sebagai gaya hidup guna mengatasi kekurangan stok darah. (Foto: IYUD/IKOBKL)

IKOBENGKULU.COM – Di tengah semangat melayani kemanusiaan, Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bengkulu kini menghadapi salah satu tantangan terbesar yang pernah ada.

Tunggakan pembayaran dari beberapa rumah sakit, yang kini mencapai Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar, telah menciptakan krisis yang serius dalam penyediaan kantong darah.

Dampaknya terasa sangat nyata, terutama bagi ratusan pasien yang bergantung pada darah untuk kelangsungan hidup mereka.

Setiap bulan, PMI Kota Bengkulu berusaha memenuhi kebutuhan sekitar 800 hingga 1.200 kantong darah.

Angka ini mencerminkan permintaan tinggi yang berasal dari berbagai rumah sakit, terutama untuk pasien anak yang menderita thalassemia.

Thalassemia, penyakit genetik yang menyebabkan anemia parah, membuat para penderitanya membutuhkan transfusi darah secara rutin.

Di Kota Bengkulu, ada sekitar 150 anak yang menghadapi realitas ini setiap harinya.

Namun, di balik perjuangan menyediakan darah yang cukup, PMI Kota Bengkulu dihadapkan pada kenyataan pahit: kekurangan stok darah.

Setiap bulan, PMI mengalami defisit sekitar 400 kantong darah. Ketika kebutuhan terus meningkat, ketersediaan darah justru terhambat oleh tunggakan pembayaran yang belum terselesaikan.

"Keterlambatan pembayaran dari rumah sakit ini benar-benar mempengaruhi ketersediaan darah di PMI," ujar Dedy Wahyudi, Ketua PMI Kota Bengkulu.

"Hal ini berujung pada terganggunya pelayanan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan."

Di tengah krisis ini, PMI tidak tinggal diam. Dengan segala keterbatasan, PMI tetap berupaya keras memenuhi kebutuhan darah.

Namun, tanpa kerjasama dan penyelesaian masalah tunggakan, situasi ini bisa menjadi semakin buruk.

Dedy menekankan bahwa dukungan semua pihak, termasuk rumah sakit, sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini.

"Kami berharap masalah ini dapat segera diselesaikan agar PMI dapat terus menjalankan tugasnya," tambahnya.

Namun, harapan tidak hanya bergantung pada penyelesaian tunggakan. Dedy mengajak masyarakat untuk menjadikan donor darah sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari.

Partisipasi aktif masyarakat dalam mendonorkan darah dapat membantu mengatasi krisis ini.

"Dengan menjadikan donor darah sebagai lifestyle, kita bisa membantu menyelamatkan banyak nyawa," kata Dedy.

Krisis ini bukan hanya tentang angka atau kekurangan kantong darah.

Ini adalah tentang nyawa yang dipertaruhkan setiap hari, tentang anak-anak yang menunggu transfusi darah untuk tetap hidup, dan tentang tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa kebutuhan ini terpenuhi.

Sebagai institusi yang berkomitmen pada kemanusiaan, PMI Kota Bengkulu berharap krisis ini dapat menjadi pemicu kesadaran kolektif.

Bahwa dalam setiap tetes darah yang didonorkan, terdapat harapan bagi mereka yang berjuang melawan penyakit.

Dan bahwa, di tengah segala tantangan, selalu ada peluang untuk berbuat lebih banyak, memberikan lebih banyak, dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.

Di akhir hari, keberhasilan PMI dalam mengatasi krisis ini tidak hanya bergantung pada satu pihak, tetapi pada kerjasama seluruh masyarakat Kota Bengkulu.

Hanya dengan bersatu dan bekerja sama, kita dapat memastikan bahwa tidak ada yang kehabisan darah saat mereka sangat membutuhkannya.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index