IKOBENGKULU.COM - Pulau Enggano, salah satu pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera Hindia, kini memasuki babak baru dalam pengembangan desa-desa di wilayahnya. Pada Senin (22/7/2024), Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (Unib) mendeklarasikan enam desa di Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, sebagai Desa Binaan. Langkah ini merupakan bagian dari program KKN Kolaborasi antara Unib dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang masih berlangsung.
Menyambut Masa Depan Cerah untuk Enggano

Deklarasi dan penandatanganan perjanjian kerjasama (PKS) antara Fakultas Hukum Unib dan enam kepala desa di Enggano berlangsung di aula Kantor Camat Enggano. Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Camat Enggano, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se-Kecamatan Enggano, Kapolsek, perwakilan Danposal, serta unsur pemerintahan vertikal seperti Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Enggano, yang secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Bengkulu Utara, telah lama diakui sebagai salah satu pulau kecil terluar Indonesia. Pada 2 Maret 2017, Presiden Joko Widodo menetapkan Pulau Enggano bersama 110 pulau kecil lainnya sebagai pulau-pulau kecil terluar melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017. Luas pulau ini mencapai sekitar 400,6 km², dan terdiri dari enam desa: Kahyapu, Meok, Malakoni, Kaana, Apoho, dan Banjarsari.
Membangun Desa dengan Hukum
Deklarasi ini bukan hanya simbolik; ini adalah komitmen untuk membangun kapasitas hukum dan administratif desa-desa di Enggano. Dekan Fakultas Hukum Unib, Dr. Yamani, S.H, M.Hum, bersama sejumlah dosen FH Unib, hadir untuk memulai kerjasama ini. Dalam sambutannya, Dr. Yamani menjelaskan bahwa program Desa Binaan bertujuan untuk membantu masyarakat dalam pembentukan dan penyusunan Peraturan Desa (Perdes).
“Kami berharap kerjasama dan kolaborasi ini dapat berkesinambungan dan memberikan manfaat bagi kemajuan desa-desa di Enggano, terutama di bidang hukum, serta berkontribusi besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Dr. Yamani.
Beberapa Perdes yang diinisiasi antara lain tentang Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Pariwisata, Desa Wisata, dan Penertiban Hewan Ternak. Ini adalah langkah nyata untuk membangun fondasi hukum yang kuat di desa-desa Enggano, yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan sosial.
Harapan dan Dukungan dari Masyarakat Enggano

Camat Enggano, Santoso, memberikan apresiasi yang tinggi terhadap inisiatif Fakultas Hukum Unib. Menurutnya, pembentukan dan penyusunan Perdes merupakan kebutuhan mendesak bagi Pemerintahan Desa, terutama dengan perkembangan pesat yang dialami Pulau Enggano.
“Terbukanya akses ke Enggano membuat banyak masyarakat luar datang, baik untuk berwisata, melakukan penelitian, bahkan investasi. Oleh sebab itu, Perdes sangat dibutuhkan untuk melindungi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Pulau Enggano,” jelas Santoso.
Selain itu, kegiatan penelitian, pendampingan, dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Fakultas Hukum Unib adalah implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dr. Yamani menekankan pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam program ini melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
“Dengan melibatkan dosen dan mahasiswa, kami berharap masyarakat desa bisa melek dan sadar hukum, mudah mengakses keadilan, dan hidup semakin tentram, harmonis, serta sejahtera,” tutup Dr. Yamani.
Membangun Masa Depan dengan Kolaborasi
Deklarasi ini adalah awal dari perjalanan panjang dalam membangun dan mengembangkan desa-desa di Enggano. Dengan kolaborasi antara Fakultas Hukum Unib, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal, diharapkan Enggano bisa menjadi model bagi pengembangan desa di wilayah terluar Indonesia. Seiring dengan meningkatnya aksesibilitas dan perhatian terhadap pulau ini, harapannya adalah bahwa Enggano dapat tumbuh dan berkembang sambil tetap menjaga keindahan alam dan kelestarian budayanya.***