Kisah Anak-anak Kecil di Pasar Tradisional, Mengais Rezeki dengan Kresek dan Tenaga

Kisah Anak-anak Kecil di Pasar Tradisional, Mengais Rezeki dengan Kresek dan Tenaga
Sejumlah anak kecil terlihat menyusuri lorong-lorong pasar sambil membawa tumpukan kantong plastik hitam.

Bengkulu – Suasana pasar tradisional di Kota Bengkulu setiap pagi selalu ramai dengan aktivitas jual beli. Di antara hiruk pikuk pedagang dan pembeli, ada pemandangan yang menarik perhatian, sejumlah anak kecil terlihat menyusuri lorong-lorong pasar sambil membawa tumpukan kantong plastik hitam. Kantong-kantong itu mereka tawarkan kepada pengunjung, namun tidak berhenti di situ saja. Anak-anak ini juga siap membantu mengangkat belanjaan para pembeli hingga ke kendaraan dengan upah yang diberikan seikhlasnya.

Ratna (42), seorang ibu rumah tangga yang tengah berbelanja di pasar tersebut, mengaku hampir tidak pernah absen melihat anak-anak ini bekerja sejak pagi. Baginya, keberadaan mereka sudah seperti bagian dari rutinitas pasar yang tak bisa dipisahkan.

“Setiap kali saya datang, hampir selalu ada mereka yang menghampiri. Ada yang menawarkan kantong plastik, biasanya seribu rupiah per lembar. Kalau belanjaan saya banyak, mereka juga dengan sigap menawarkan bantuan untuk membawakan barang-barang itu. Bahkan, kadang saya titip dulu belanjaan ke mereka sebelum saya selesai berbelanja, lalu mereka bantu mengantarkannya sampai ke motor. Kalau dilihat sebenarnya kasihan, karena usia mereka masih kecil tapi sudah harus bekerja keras seperti orang dewasa,” ujar Ratna dengan nada prihatin.

Ratna menambahkan bahwa meski pekerjaan yang dilakukan anak-anak itu terkesan sederhana, namun tetap saja membutuhkan tenaga dan tanggung jawab. Ia juga menilai sikap mereka cukup sopan dan ramah kepada pembeli, sehingga membuat sebagian orang tidak keberatan memberikan tambahan uang sebagai bentuk apresiasi atas jasa mereka.

“Mereka selalu berbicara dengan baik, tidak pernah memaksa. Tapi dalam hati saya sering merasa miris, karena seharusnya mereka bisa bermain atau belajar di sekolah, bukan bekerja di pasar. Sayangnya, kondisi ekonomi keluarga mereka membuat anak-anak ini harus ikut membantu mencari nafkah. Itu yang membuat saya selalu berpesan pada mereka agar jangan sampai melupakan masa kecil dan sekolah mereka,” lanjutnya.

Fenomena anak-anak pekerja di pasar tradisional ini menggambarkan sebuah kenyataan sosial yang masih terjadi di tengah masyarakat. Di saat sebagian anak lain menghabiskan waktunya di ruang kelas, sebagian justru harus turun ke jalan dan ke pasar demi menambah pemasukan keluarga. Banyak warga berharap adanya perhatian lebih dari berbagai pihak, agar anak-anak ini tetap memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan tanpa harus kehilangan masa kecil mereka.

Sebab, masa depan generasi muda tidak seharusnya dipertaruhkan di tengah keramaian pasar dan beban pekerjaan, melainkan dipupuk melalui pendidikan yang layak, agar mereka dapat tumbuh dengan bekal ilmu yang cukup untuk menghadapi masa depan. (Hanifah)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index