Keluh Kesah Panitia Pembuat Telong-Telong Tabot Bengkulu

Keluh Kesah Panitia Pembuat Telong-Telong Tabot Bengkulu

IKOBENGKULU.COM – Menjelang perayaan Tabot yang menjadi tradisi tahunan masyarakat Bengkulu, panitia pembuat telong-telong kembali menghadapi berbagai tantangan dalam menyiapkan bagian penting dari ritual budaya tersebut. Di tengah semangat melestarikan warisan leluhur, para panitia justru mengaku terbebani oleh sejumlah kendala teknis dan finansial.

Koordinator panitia pembuatan telong-telong di kawasan Pantai berkas, Om renal (salah satu pengrajin telong telong) menyampaikan bahwa tahun ini mereka harus kembali bekerja dengan keterbatasan anggaran. Bantuan dari pemerintah sangat minim, sementara biaya untuk bahan baku terus meningkat setiap tahun.

“Biaya kertas warna, bambu, lampu, dan cat semuanya naik. Tapi kami tetap harus buat semeriah mungkin karena ini bagian dari tradisi. Kalau panitia tidak gerak, siapa lagi?” keluh Om renal.

Selain soal dana, Om renal juga menyoroti menurunnya minat generasi muda untuk terlibat sebagai relawan atau panitia. Hal ini membuat beban kerja semakin berat dan waktu pengerjaan semakin lama.

“Anak-anak muda sekarang banyak yang tidak tertarik ikut. Mungkin karena capek, panas, dan tidak ada bayaran. Padahal ini budaya kita sendiri,” tambahnya

Hal senada disampaikan oleh Om Pong, yang turut menjadi panitia bagian dekorasi. Ia mengaku beberapa kali harus menggunakan dana pribadi agar proses pembuatan telong-telong tidak terhenti di tengah jalan.

“Untuk tabot dari tahun ketahun pemerintah selalu tutup mata seakan budaya ini tidak perlu dilestarikan,padahal ini salah satu budaya yang harus selalu dilestarikan masyarakat bengkulu,terlebih lagi pada generasi muda.Saya berharap pemerintah bisa memperhatikan kami(pengrajin telong telong) seperti mencairkan anggaran untuk membuat telong telong ini”.

Meski penuh keluhan, para panitia tetap berkomitmen menyelesaikan tugas mereka demi menjaga semaraknya tradisi Tabot. Mereka berharap ke depannya ada perhatian lebih dari pemerintah daerah maupun sponsor lokal untuk membantu kelangsungan acara ini.

Tabot bukan hanya sekadar tontonan budaya, melainkan identitas masyarakat Bengkulu yang patut dijaga. Panitia pun berharap, keluh kesah mereka dapat menjadi perhatian bersama demi pelestarian budaya yang lebih baik dan berkelanjutan. (Ibra)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index