Jakarta – Konflik agraria di Provinsi Bengkulu menjadi salah satu sorotan utama dalam laporan hasil reses yang disampaikan oleh Anggota Komite III DPD RI asal Bengkulu, Apt. Destita Khairilisani, S.Farm., M.S.M.,dalam Sidang Paripurna DPD RI, Selasa (19/11/2024). Berdasarkan data Konsorsium Reforma Agraria (KPA), pada 2023 terdapat 12 konflik yang melibatkan 4.000 kepala keluarga di 23 desa, dengan luas wilayah terdampak mencapai 2.000 hektare.
“Provinsi Bengkulu memiliki tingkat konflik agraria yang tinggi, dan ini harus segera diselesaikan melalui pendekatan reforma agraria yang adil,” kata Destita.
Ia menilai, konflik ini tidak hanya memengaruhi masyarakat secara ekonomi, tetapi juga menciptakan ketegangan sosial yang berkepanjangan. Pemerintah, menurut Destita, harus mempercepat penyelesaian konflik dengan memberikan kepastian hukum atas tanah bagi masyarakat.
Destita juga mengingatkan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menyelesaikan konflik agraria. “Tanpa koordinasi yang baik, konflik ini hanya akan menjadi bom waktu,” ujarnya.
Melalui reforma agraria yang adil, Destita berharap masyarakat tidak hanya mendapatkan hak atas tanah, tetapi juga akses terhadap program pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan.
Adapun pada Sidang Paripurna ke-VIII masa sidang II Tahun 2024-2025 DPD RI, yang dipimpin Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin dari Provinsi Bengkulu, salah satu agendanya adalah menyampaikan laporan kegiatan masa reses 29 Oktober hingga 17 November 2024.
Laporan hasil reses ini mencakup masukan dari Komite I, II, III, dan IV DPD RI. Destita berharap rekomendasi yang telah disampaikan dapat ditindaklanjuti oleh pimpinan untuk menghasilkan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat Bengkulu dan Indonesia pada umumnya.