Di dalam perda tersebut terdapat 6.546 hektare lahan persawahan yang dilarang untuk di alih fungsikan. Sebanyak 6.546 hektare lahan tersebut merupakan hasil sinkronisasi peta LSD LP2B tahun 2023.
Sebanyak 6.546 hektare lahan persawahan tersebut sudah permanen dilindungi secara aturan. Bahkan, pihak Pemkab Seluma juga sudah menyiapkan 1.700 hektare lahan persawahan cadangan jika dibutuhkan mendesak seperti pelebaran jalan.
Pemerintah mengambil kebijakan khusus, petani yang menggarap lahan akan terus diperhatikan dengan memberikan bantuan benih, alsintan, dan perbaikan infrastruktur irigasi. “Dengan begitu harapan kita, lahan pertanian bisa terus berfungsi dan terus terjaga untuk komunitas pangan di daerah Seluma ini,” kata Arian.

Pihaknya sangat mendukung adanya tradisi luhur nenek moyang basua beniah yang masih dilakukan oleh masyarakat Seluma. Diharapkan dengan adanya tradisi tersebut, masyarakat tetap semangat untuk mempertahankan lahan persawahan untuk tetap difungsikan dalam mencukupi kebutuhan
Kegiatan yang mutlak sebagai kegiatan budaya lokal tersebut, harus dikembangkan sebagai aspek kearifan lokal yang merupakan ciri khas di Kabupaten Seluma.
“Silahkan digunakan, silakan untuk diekspor lagi. Mudah-mudahan ini juga dapat mengundang wisatawan lokal untuk bisa menyaksikan keunikan kiat-kiat budaya tersebut,” tutupnya.
Lestarikan Tradisi Lokal dengan Sekolah Adat
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Fahmi Arsandi, mengatakan di Kabupaten Sleuma, terdapat banyak sekali komunitas masyarakat adat. Setiap komunitas tersebut memiliki berbagai macam tradisi yang dilakukan, seperti bimbang bebalai, basua beniah dan semacamnya.
Sejak tahun 2020, komunitas AMAN dan masyarakat adat di Seluma sudah mendorong kebijakan pemerintah daerah melalui Peraturan Daerah (Perda).
Setelah berproses selama 2 tahun, akhirnya ditetapkan Perda Nomor 3 tahun 2022 tentang Pedoman Pengakuan Masyarakat Adat di Kabupaten Seluma.
Di dalam Perda tersebut juga diatur berbagai macam konten masyarakat adat di Seluma yang perlu menjadi kewajiban bersama-sama. Baik itu kewajiban di komunitasnya sendiri maupun kewajiban Pemerintah Daerah untuk tetap memastikan dan melestarikan tradisi yang ada.
“Di beberapa tempat yang dilakukan, setiap ada tradisi tahunan tetap diselenggarakan. Namun, tetap banyak tradisi yang sudah ditinggalkan. Termasuk basua beniah ini yang sudah mulai ditinggalkan,” ujarnya.
Untuk memastikan tradisi maupun adat istiadat di Seluma, komunitas AMAN juga membuat sekolah adat. Untuk saat ini, sekolah adat yang baru ada di Seluma tersebut berada di daerah Desa Napal Jungur, Bernama Sekolah Adat Tigo Jungku.
“Saat ini, banyak anak muda yang sudah tidak tahu adat istiadat dan kebudayaan, apalagi yang biasanya sekolah di luar (kabupaten Seluma/merantau). Sekolah ini diharapkan mampu menjadi wadah untuk kita memperkenalkan adat istiadat yang ada,” demikian Fahmi. ***
Artikel ini merupakan hasil fellowship program “Let’s Talk About Climate: Training Program for Journalist” kerjasama AJI Indonesia dan DW Akademie dengan dukungan Kementerian Luar Negeri Jerman. Isi seluruh artikel merupakan tanggung jawab penulis.