KOTA BENGKULU – Peta jalan pariwisata di Kota Bengkulu menghadapi titik balik krusial. Era di mana brosur fisik, baliho statis, dan situs web pemerintahan menjadi ujung tombak promosi, kini dinyatakan mendekati masa kedaluwarsa.
Sebagai gantinya, algoritma media sosial—khususnya TikTok—telah mengambil alih peran sebagai 'kompas' utama yang menggerakkan roda ekonomi wisata lokal.
Kesimpulan tersebut bukan sekadar asumsi, melainkan temuan berbasis data dari laporan penelitian terbaru yang dirilis oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bengkulu.
Peneliti Eldia Lingga Restu Kencana menyoroti adanya korelasi linear yang kuat antara konsumsi konten digital dengan keputusan transaksi wisata di dunia nyata.
Pergeseran Paradigma Konsumsi
Dalam studi kuantitatif yang membedah perilaku 90 responden Generasi Z di Bengkulu, terungkap fakta yang meresahkan bagi penganut metode pemasaran lama: atensi generasi muda telah bermigrasi total.
"Hasil analisis data kami menunjukkan hubungan yang sangat kuat. Semakin sering generasi muda terpapar konten wisata di TikTok, semakin besar impuls dan minat mereka untuk mengunjungi destinasi tersebut secara fisik," tulis Eldia dalam laporannya.
Temuan ini mengindikasikan bahwa TikTok bukan lagi sekadar platform hiburan (entertainment), melainkan telah berevolusi menjadi instrumen ekonomi yang valid.
Konten visual yang dikemas dengan musik populer dan narasi storytelling yang cepat, terbukti lebih efektif mengonversi penonton menjadi pengunjung dibandingkan iklan formal yang kaku.
"Kematian" Promosi Satu Arah
Laporan tersebut juga menggarisbawahi faktor "autentisitas" sebagai mata uang baru dalam promosi wisata. Generasi Z cenderung skeptis terhadap klaim sepihak dari pengelola wisata.
Sebaliknya, mereka lebih mempercayai User Generated Content (UGC)—konten yang dibuat oleh sesama pengguna atau kreator lokal.
Banyak responden mengaku menemukan destinasi baru di Kota Bengkulu justru dari video pendek yang lewat di beranda (For Your Page) mereka.
Hal ini menciptakan fenomena desentralisasi promosi; tempat wisata yang sebelumnya tidak populer atau hidden gems, bisa mendadak viral dan dipadati pengunjung hanya karena satu video kreatif yang meledak.
Sinyal Bagi Pemangku Kebijakan
Bagi Pemerintah Kota Bengkulu dan pelaku industri pariwisata, riset ini mengirimkan sinyal bahaya sekaligus peluang.
Mempertahankan strategi lama tanpa adaptasi digital berisiko membuat pariwisata Bengkulu kehilangan relevansi di mata pasar masa depan.
Penelitian ini merekomendasikan agar pemerintah daerah tidak lagi melihat media sosial sebagai pelengkap, melainkan sebagai pilar utama strategi komunikasi.
"Pemanfaatan TikTok secara kreatif dan terarah dinilai mampu membantu memperkenalkan potensi wisata Bengkulu secara lebih luas. Ini krusial untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif," jelas Eldia.
Implikasi ekonominya jelas, jika dikelola dengan tepat, kolaborasi antara pemerintah dengan para kreator konten lokal dapat menciptakan ekosistem promosi yang berkelanjutan, murah, namun berdampak masif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). ***