Sembilan Warian Budaya di Bengkulu yang Masih Dilestarikan Hingga Kini

Selasa, 01 Juli 2025 | 09:31:10 WIB
Festival Tabut Bengkulu.

IKOBENGKULU.COM - Bengkulu tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga kaya akan tradisi dan upacara adat yang sarat makna. Setiap upacara yang digelar masyarakat adat Bengkulu memiliki filosofi dan tujuan tersendiri, mulai dari musyawarah keluarga, pengangkatan pemimpin, hingga perayaan keagamaan dan rasa syukur. Tradisi-tradisi ini terus dijaga sebagai warisan budaya yang mempererat hubungan sosial dan memperkuat identitas masyarakat. 

Berikut ini adalah sepuluh upacara adat di Bengkulu yang masih dilaksanakan dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat hingga sekarang.

1. Festival Tabot

Warisan Bengkulu yang Selalu Dinanti

Setiap tahun, Bengkulu selalu ramai dan meriah saat Festival Tabot digelar. Festival ini biasanya berlangsung selama sepuluh hari pada bulan Muharram, dan menjadi momen spesial yang sangat dinantikan oleh masyarakat setempat.

Festival Tabot bukan hanya sekedar acara hiburan. Festival ini digelar untuk mengenang peristiwa duka wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein, dalam tragedi Karbala. Lewat festival ini, masyarakat Bengkulu, khususnya keturunan Tabot, ingin menunjukkan rasa hormat mereka dan menjaga tradisi yang sudah turun-temurun.

Suasana Festival yang Meriah

Selama festival, kota Bengkulu penuh dengan suara musik dol yang menghentak. Dol adalah alat musik tradisional Bengkulu yang biasanya dimainkan saat Festival Tabot. Selain musik, ada juga arak-arakan Tabot, yaitu menara tinggi yang dihias dengan warna-warni cantik dan diarak keliling kota. Banyak orang berjejer di pinggir jalan untuk melihat arakan sambil bertepuk tangan dan bersorak.

Tidak hanya itu, ada juga pawai budaya, pertunjukan tari, dan bazar rakyat yang menjual berbagai makanan khas Bengkulu. Suasananya begitu hidup dan seru, membuat siapa pun yang datang merasa ikut menjadi bagian dari pesta budaya ini.

Lebih dari Sekedar Festival

Festival Tabot bukan hanya tentang perayaan. Di balik kemeriahan itu, ada nilai sejarah, agama, dan budaya yang dalam. Melalui festival ini, masyarakat Bengkulu ingin mengenalkan tradisi mereka kepada generasi muda dan para wisatawan. Dengan begitu, warisan budaya Tabot bisa terus hidup dan tidak dilupakan.

Festival Tabot adalah salah satu cara masyarakat Bengkulu menjaga sejarah dan tradisi mereka tetap hidup. Dengan keunikan dan kemeriahannya, festival ini selalu berhasil memikat hati banyak orang setiap tahunnya.

Diadakan  pada 1 sampai 10 Muharram setiap tahunnya.

2. Festival Ayiak Manna

Festival Ayiak Manna: Pesta Budaya Khas Bengkulu Selatan

Bengkulu Selatan memiliki banyak kekayaan budaya yang masih terjaga hingga kini. Salah satu tradisi yang paling dinanti adalah Festival Ayiak Manna. Festival ini menjadi ajang tahunan bagi masyarakat untuk merayakan seni, adat, dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Festival Ayiak Manna pertama kali digelar sebagai upaya memperkenalkan budaya Bengkulu Selatan kepada masyarakat luas. Festival ini tidak hanya menjadi pesta bagi warga setempat, tetapi juga menjadi daya tarik wisata yang mampu mengundang perhatian wisatawan dari luar daerah. Dengan suasana yang meriah, masyarakat menunjukkan beragam kesenian daerah, mulai dari tarian tradisional, pameran kerajinan, hingga pertunjukan budaya khas Bengkulu Selatan.

Pada tahun 2024, Festival Ayiak Manna diselenggarakan pada tanggal 22–23 Juli di kawasan wisata Pantai Pasar Bawah, salah satu destinasi unggulan di Bengkulu Selatan. Pantai ini menjadi lokasi yang tepat karena menawarkan pemandangan laut yang indah dan mampu menambah daya tarik bagi para pengunjung. Walaupun jadwal untuk tahun 2025 belum diumumkan secara resmi, festival ini biasanya dilaksanakan pada bulan Juli setiap tahunnya.

Tujuan utama dari festival ini adalah untuk melestarikan budaya lokal, meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap warisan daerah, serta mendorong pertumbuhan pariwisata yang bermanfaat bagi ekonomi setempat. Festival ini menjadi momen penting bagi masyarakat untuk semakin mencintai budayanya sendiri dan memperkenalkannya kepada dunia luar.

Ke depan, Festival Ayiak Manna diharapkan terus menjadi agenda tahunan yang konsisten, sekaligus menjadi simbol kebangkitan budaya Bengkulu Selatan. Festival ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga wujud nyata dari kecintaan masyarakat terhadap budayanya sendiri.

3. Sedekah Rame

Tradisi Syukur dan Kebersamaan Warga Bengkulu

Sedekah Rame adalah salah satu tradisi adat yang masih dilestarikan oleh masyarakat Bengkulu hingga sekarang. Tradisi ini memiliki akar sejarah yang panjang, diadopsi dari budaya Kesultanan Palembang dan dibawa ke Bengkulu oleh seorang tokoh bernama Kriye Mambul. Hingga kini, Sedekah Rame menjadi salah satu wujud syukur dan kebersamaan yang sangat bermakna bagi warga setempat.

Tradisi Penuh Makna

Sedekah Rame biasanya dilakukan setelah masa panen sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan Tuhan. Dalam upacara ini, masyarakat berkumpul untuk berdoa bersama, memohon keberkahan, serta keselamatan di masa mendatang. Tradisi ini menjadi momen penting bagi warga untuk menghargai hasil kerja keras mereka dan berkah yang telah diterima dari alam.

Selain sebagai bentuk ibadah dan ucapan syukur, Sedekah Rame juga bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga. Lewat kegiatan ini, semua lapisan masyarakat terlibat, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Momen seperti ini menjadi ajang berkumpul yang hangat dan penuh kebersamaan, menguatkan hubungan sosial antarwarga desa.

Gotong Royong yang Tetap Hidup

Kegiatan Sedekah Rame juga mencerminkan semangat gotong royong yang masih kuat di tengah masyarakat. Mulai dari mempersiapkan makanan, menghias tempat, hingga mengatur jalannya acara, semua dilakukan bersama-sama. Tak ada batasan antara warga, semua bekerja saling membantu demi suksesnya acara.

Sedekah Rame bukan hanya soal tradisi, tapi juga simbol persatuan dan kekuatan sosial masyarakat Bengkulu. Tradisi ini menjadi pengingat bahwa syukur dan kebersamaan adalah kunci untuk menjaga harmoni dalam kehidupan sehari-hari.

Diadakan tahun ini pada bulan juli agustus 2025

4. Upaca Kedurai Agung

Tradisi Syukur dan Pelestarian Budaya Suku Rejang

Kedurai Agung adalah salah satu tradisi penting yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Suku Rejang di Bengkulu. Tradisi ini tidak sekadar menjadi ritual adat, tapi juga menjadi wujud syukur dan permohonan keselamatan yang penuh makna. Kedurai Agung hingga kini masih dilaksanakan di beberapa daerah seperti Kabupaten Rejang Lebong dan wilayah Rejang lainnya.

Makna dan Waktu Pelaksanaan

Tradisi ini biasanya digelar pada bulan Zulkaidah dalam kalender Hijriyah. Bagi masyarakat Rejang, bulan ini dianggap sebagai waktu yang rawan munculnya hama dan penyakit yang dapat mengganggu hasil pertanian. Karena itu, Kedurai Agung menjadi momen untuk bersyukur atas panen yang sudah diperoleh, sekaligus memohon perlindungan agar diberi keselamatan dan berkah di masa mendatang.

Rangkaian Prosesi yang Sarat Kebersamaan

Pelaksanaan Kedurai Agung melibatkan seluruh warga desa. Diawali dengan mengipung, yaitu kegiatan mengumpulkan sumbangan sukarela dari warga untuk membiayai upacara. Uang yang terkumpul digunakan untuk membeli bahan makanan dan perlengkapan upacara.

Warga kemudian bergotong royong membuat berbagai makanan tradisional seperti tape dan apem yang menjadi sajian khas dalam acara ini. Prosesi juga dilengkapi dengan pembakaran kemenyan sebagai lambang doa dan penghormatan kepada leluhur.

Puncak acara ditandai dengan makan bersama seluruh warga, yang menjadi simbol persatuan dan kebersamaan dalam kehidupan sosial masyarakat Rejang.

Warisan Budaya yang Tetap Hidup

Hingga saat ini, Kedurai Agung terus dijaga dan dilestarikan lintas generasi. Tradisi ini menjadi bagian penting dari jati diri dan kearifan lokal masyarakat Suku Rejang, serta menjadi contoh nyata bagaimana budaya mampu mempersatukan dan memperkuat hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Dilaksanakan pada bulan syawal pada tahun 2025

5. Upacara Semoga Pai

Penghormatan Masyarakat Rejang kepada Alam dan Padi

Upacara Semgoa Pai adalah salah satu ritual adat yang masih dilestarikan oleh masyarakat Rejang di Kepahiang, Bengkulu. Upacara ini menunjukkan betapa dalamnya rasa hormat masyarakat Rejang terhadap alam, terutama tanaman padi yang menjadi sumber kehidupan mereka.

Upacara ini bertujuan untuk menghormati tanaman padi dan memohon izin kepada Dang Se'ei, Dewi Penguasa Padi, sebelum padi dipanen. Bagi masyarakat Rejang, memanen padi bukan hanya soal hasil tani, tapi juga soal menghargai berkah yang diberikan oleh alam.

Dilaksanakan Selama Tiga Hari

Upacara Semgoa Pai berlangsung selama tiga hari berturut-turut dengan beberapa tahapan penting, yaitu:

1. Persiapan sesajen untuk persembahan.

2. Pemilinan padi sebagai tanda penghormatan dan persiapan pemanenan.

3. Penyanggulan, yaitu proses mengikat padi.

4. Penuaian, yang dilakukan setelah seluruh rangkaian selesai dan dianggap sudah mendapat restu dari Dang Se'ei.

Simbol-Simbol dalam Upacara

Setiap elemen yang digunakan dalam upacara ini memiliki makna yang dalam.

Daun sirih melambangkan kesegaran dan harapan.

Bubur jawet menjadi simbol kemakmuran dan keberkahan.

Batu datar menandakan kekuatan dan keteguhan hati.

Benang tiga warna (merah, hitam, putih) menggambarkan keberanian, perlindungan, dan kesucian.

Air dalam ceker boloak mewakili kesuburan dan sumber kehidupan.

Upacara Semgoa Pai bukan hanya soal ritual, tapi juga cara masyarakat Rejang menjaga hubungan harmonis dengan alam serta melestarikan nilai-nilai dan tradisi leluhur mereka. Melalui upacara ini, generasi muda diajak untuk terus menghormati dan merawat warisan budaya yang penuh makna ini.

6. Upacara Yaruda

Yaruda: Upacara Adat Masyarakat Enggano yang Penuh Makna

Yaruda adalah salah satu upacara adat yang penting bagi masyarakat Enggano, Bengkulu. Tradisi ini menjadi bagian dari kekayaan budaya lokal yang terus dijaga dan dilestarikan hingga saat ini. Bagi masyarakat Enggano, Yaruda bukan sekadar ritual, tapi juga wujud rasa syukur, penghormatan, dan usaha menjaga kelangsungan hidup serta identitas mereka sebagai sebuah komunitas adat.

Makna dan Tujuan Upacara Yaruda

Upacara Yaruda dilaksanakan dengan tujuan untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh keturunan. Selain itu, upacara ini juga menjadi momen doa bersama yang dilakukan dalam acara-acara penting dalam kehidupan masyarakat Enggano.

Beberapa peristiwa penting yang biasanya disertai dengan upacara Yaruda antara lain:

Pernikahan, sebagai doa agar kehidupan rumah tangga berjalan harmonis.

Kematian, sebagai penghormatan dan pengantar bagi roh leluhur.

Penyambutan tamu kehormatan, sebagai wujud penghormatan dan sambutan hangat bagi orang penting yang datang ke pulau Enggano.

Simbol Kearifan Lokal

Yaruda adalah bagian dari kearifan lokal masyarakat Enggano yang tidak hanya memperkuat ikatan sosial antarwarga, tetapi juga menjadi sarana menjaga nilai-nilai budaya yang diwariskan dari leluhur. Upacara ini mencerminkan bagaimana masyarakat Enggano menjunjung tinggi adat, spiritualitas, dan kebersamaan.

Meski zaman terus berubah, Yaruda tetap hidup di tengah masyarakat dan menjadi bukti bahwa warisan budaya memiliki tempat penting dalam kehidupan modern. Tradisi ini tidak hanya memperkaya budaya Bengkulu, tetapi juga mengajarkan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama dan alam sekitar.

7.Tempung Matei Bilei

Tempung Matei Bilei: Tradisi Adat Penghormatan Leluhur Masyarakat Rejang Lebong

Tempung Matei Bilei adalah salah satu tradisi adat masyarakat Rejang Lebong, Bengkulu yang berkaitan erat dengan kematian dan prosesi pemakaman. Tradisi ini bukan sekadar ritual, melainkan wujud penghormatan mendalam kepada leluhur serta upaya mempererat hubungan sosial antarwarga.

Makna dan Tujuan Tempung Matei Bilei

Upacara ini memiliki tujuan mulia, yaitu menghormati orang yang telah meninggal dunia dan menjaga hubungan baik dengan leluhur. Dalam pelaksanaannya, Tempung Matei Bilei juga menjadi sarana mempererat tali kekeluargaan, meningkatkan kebersamaan, dan menumbuhkan rasa gotong royong dalam masyarakat.

Lebih dari sekadar ritual, tradisi ini mengajarkan nilai penting seperti penghargaan terhadap adat, kekeluargaan, gotong royong, dan pelestarian budaya lokal. Masyarakat percaya bahwa melalui tradisi ini, hubungan dengan leluhur tetap terjaga, dan norma adat yang berlaku tetap dihormati.

Pelaksanaan dan Peran Adat

Tempung Matei Bilei dilangsungkan melalui beberapa tahapan dan prosesi adat yang sudah diwariskan turun-temurun. Biasanya, seluruh anggota keluarga, kerabat, dan warga sekitar terlibat dalam pelaksanaannya. Tradisi ini memperlihatkan peran penting hukum adat dalam mengatur kehidupan sosial masyarakat Rejang Lebong.

Meski masih dipertahankan hingga kini, Tempung Matei Bilei menghadapi tantangan dari pengaruh budaya modern dan perubahan sosial. Oleh karena itu, masyarakat dan tokoh adat terus berupaya menjaga kelestarian tradisi ini agar tidak hilang di masa depan.

Menjaga Warisan Budaya

Memahami tradisi Tempung Matei Bilei bukan hanya mengenal prosesi pemakaman, tetapi juga belajar tentang kekayaan budaya, kearifan lokal, dan norma adat yang hidup dalam masyarakat Rejang Lebong. Tradisi ini menjadi bagian penting dalam menjaga identitas budaya yang patut dihargai dan dilestarikan.

8. Tari Andun

Tari Andun: Warisan Budaya Pencarian Jodoh yang Tetap Hidup di Bengkulu

Tari Andun adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari wilayah Bengkulu Selatan dan Seluma, Provinsi Bengkulu. Tarian ini awalnya dikenal sebagai bagian dari tradisi masyarakat Suku Serawai, yang digunakan sebagai sarana pertemuan antara pemuda dan pemudi untuk mencari jodoh. Selain itu, Tari Andun juga sering ditampilkan dalam acara syukuran panen atau Nundang Padi sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil yang melimpah.

Makna dan Pelaksanaan

Seiring perkembangan zaman, fungsi Tari Andun mulai berubah. Kini, tarian ini lebih sering tampil dalam acara pernikahan, pesta adat, hingga festival budaya. Meskipun sudah menjadi bagian dari pertunjukan seni, makna kebersamaan dan ungkapan rasa syukur tetap menjadi roh dari setiap gerakan Tari Andun.

Tari Andun biasanya dibawakan berpasangan oleh bujang dan gadis. Para penari perempuan mengenakan selendang atau kain songket panjang, sedangkan penari laki-laki mengenakan songket pendek, jas, celana panjang, dan destar sebagai ikat kepala. Tarian ini diiringi dengan musik tradisional seperti Kelintang Manna dan Rebana yang menambah kehangatan suasana.

Gerakan dan Pola Lantai

Tari Andun memiliki gerakan dasar yang khas, seperti mbukak maju, naup, dan nyentang. Gerakan ini terdiri dari langkah maju, mundur, serta posisi tangan yang direntangkan. Pola lantai dalam tarian ini biasanya berbentuk lingkaran atau berhadapan antar pasangan, yang melambangkan keakraban dan keharmonisan.

Pelestarian Budaya

Tari Andun adalah bagian dari warisan budaya yang penting untuk dilestarikan. Upaya pelestarian terus dilakukan melalui festival budaya, pertunjukan seni, dan pembelajaran di sekolah. Tarian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga pengingat akan kekayaan budaya dan sejarah masyarakat Bengkulu yang harus dijaga bersama.

9. Upacara Mufakat Rajo Penghulu

Mufakat Rajo Penghulu: Tradisi Musyawarah Adat di Bengkulu

Masyarakat Bengkulu memiliki beragam tradisi yang masih dijaga hingga sekarang. Salah satunya adalah Upacara Mufakat Rajo Penghulu, sebuah tradisi musyawarah adat yang sangat penting dalam kehidupan sosial, khususnya dalam persiapan pernikahan.

Upacara ini biasanya dilakukan oleh dua keluarga yang akan menikahkan anak mereka. Dalam pertemuan ini, semua pihak berkumpul untuk berdiskusi, menyusun rencana, dan membagi tanggung jawab terkait pelaksanaan pernikahan. Tidak hanya keluarga dekat, penghulu adat dan tokoh masyarakat juga ikut hadir untuk memberikan arahan dan nasihat, agar keputusan yang diambil tetap sesuai dengan adat yang berlaku.

Proses musyawarah ini penuh dengan nuansa kekeluargaan. Hidangan khas seperti lupis dan nasi ketan selalu disajikan dalam acara ini. Hidangan ini bukan sekadar makanan biasa, melainkan simbol kebersamaan dan rasa syukur atas tercapainya kesepakatan. Karena itulah, tradisi ini juga dikenal dengan sebutan Makan Ketan.

Lebih dari sekadar pertemuan keluarga, Upacara Mufakat Rajo Penghulu mengajarkan pentingnya gotong royong, saling menghargai, dan mencari jalan tengah dalam menyelesaikan persoalan. Nilai-nilai musyawarah, silaturahmi, dan solidaritas sosial menjadi inti dari tradisi ini.

Di tengah perkembangan zaman, tradisi ini tetap dipertahankan sebagai bagian dari upaya melestarikan budaya lokal. Bagi masyarakat Bengkulu, menjaga adat berarti menjaga jati diri. Upacara Mufakat Rajo Penghulu bukan hanya warisan nenek moyang, tetapi juga pelajaran berharga tentang pentingnya kebersamaan dan musyawarah dalam hidup bermasyarakat. (Hanifah)

Terkini