Rapor Merah Layanan Publik 2025: Sengkarut PPDB SMAN 5 hingga Penahanan Ijazah Jadi Catatan Hitam

Senin, 22 Desember 2025 | 23:27:48 WIB
Ombudsman mencatat keberhasilan menyelamatkan potensi kerugian masyarakat sebesar Rp2,14 miliar akibat penyimpangan prosedur layanan publik. (ROBI JALU)

BENGKULU – Sektor pendidikan di Provinsi Bengkulu mendapat sorotan tajam dalam catatan akhir tahun Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu. Temuan dugaan maladministrasi pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 5 Kota Bengkulu menjadi "rapor merah" yang mewarnai kinerja pelayanan publik sepanjang tahun 2025.

Melalui mekanisme pemeriksaan Inisiatif Atas Prakarsa Sendiri (IAPS), Ombudsman membongkar adanya penyimpangan prosedur dalam sistem penerimaan siswa yang berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bengkulu, Mustari Tasti, tidak main-main dalam temuannya. Ia mendesak Gubernur Bengkulu untuk segera turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh, tidak hanya pada sekolah terkait, tetapi juga terhadap kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu.

“Kami merekomendasikan pemberian sanksi disiplin tegas sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021. Bahkan, jika ditemukan unsur pidana, harus ada tindak lanjut hukum. Ini penting demi menjamin hak anak mendapatkan pendidikan yang layak dan setara,” tegas Mustari dalam rilis kinerja tahunan, Senin (22/12).

Ombudsman juga menekankan agar hak peserta didik yang terdampak akibat kisruh PPDB ini segera dipulihkan, salah satunya dengan pengalihan ke satuan pendidikan lain yang sesuai ketentuan.

Praktik Klasik Penahanan Ijazah Selain isu PPDB, Ombudsman Bengkulu juga menyoroti masih maraknya praktik "penanderaan" ijazah SMA oleh pihak sekolah dengan alasan non-hukum, seperti tunggakan biaya komite.

Berdasarkan kajian cepat Ombudsman tahun ini, penundaan penyerahan dokumen negara tersebut dikategorikan sebagai bentuk maladministrasi serius. Temuan ini menegaskan bahwa pemahaman penyelenggara pendidikan terhadap hak-hak dasar siswa masih perlu dibenahi.

Dominasi Keluhan Prosedural Secara umum, carut-marut di sektor pendidikan ini mencerminkan tren pengaduan yang diterima Ombudsman sepanjang 2025. Dari 223 laporan yang masuk, mayoritas keluhan masyarakat berkaitan dengan penyimpangan prosedur (35,61 persen) dan penundaan berlarut (32,55 persen).

Meski sektor Energi dan Kelistrikan (PLN) masih menduduki posisi teratas jumlah laporan (23,57 persen), sektor Pendidikan membuntuti ketat dengan porsi 20,70 persen.

Di balik sengkarut prosedur tersebut, Ombudsman mencatat keberhasilan menyelamatkan potensi kerugian masyarakat senilai Rp2,14 miliar. Angka ini menjadi bukti bahwa ketidakpatuhan prosedur birokrasi tidak hanya membuang waktu, tetapi juga membebani masyarakat secara finansial.

“Tahun depan, kami tidak ingin lagi melihat pola yang sama. Penyelenggara layanan publik harus sadar bahwa setiap penundaan dan penyimpangan prosedur memiliki konsekuensi kerugian bagi warga,” pungkas Mustari.***

Tags

Terkini