Trotoar Milik Siapa? Kasatpol PP: Kembalikan Hak 403 Ribu Warga, Bukan Lapak Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 07:57:25 WIB
Kepala Satpol PP Kota Bengkulu, Sahat Marulitua Situmorang. (Mc/KOta)

BENGKULU – Di tengah hiruk-pikuk aktivitas ekonomi kota, sebuah pertanyaan mendasar kembali dilontarkan oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Bengkulu, Sahat Marulitua Situmorang: "Untuk siapa sebenarnya fasilitas umum dibangun?"

Pernyataan tegas ini bukan sekadar retorika, melainkan alarm peringatan terkait maraknya alih fungsi trotoar dan badan jalan menjadi lapak dagang pribadi. Sahat menegaskan, upaya penertiban yang kerap menuai polemik sebenarnya membawa misi sederhana namun vital: menyelamatkan hak 403.871 jiwa penduduk Kota Bengkulu.

Mandat Undang-Undang, Bukan Arogansi

Sahat mengingatkan bahwa fungsi trotoar telah dikunci secara spesifik oleh negara melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Trotoar itu dirancang untuk pejalan kaki. Itu harga mati demi keselamatan. Ketika trotoar diokupasi untuk berjualan, kita memaksa ibu-ibu, anak sekolah, dan lansia berjalan di aspal. Itu sama saja kita menyodorkan nyawa mereka pada risiko kecelakaan," tegas Sahat.

Narasi bahwa Satpol PP bertindak semena-mena ditepis keras. Setiap langkah penertiban adalah pelaksanaan amanat Peraturan Daerah (Perda) tentang ketertiban umum. Petugas di lapangan hanyalah eksekutor regulasi yang bertugas memastikan ruang publik tidak dikuasai segelintir orang demi keuntungan pribadi.

Logika "Satu vs Banyak"

Dalam perspektif tata kota, Sahat mengajak masyarakat berpikir logis. Fasilitas publik dibangun menggunakan uang rakyat untuk kepentingan komunal (bersama).

"Tidak adil jika kenyamanan 400 ribu lebih warga kota dikorbankan hanya demi kepentingan segelintir pedagang yang melanggar aturan. Hak publik bersifat inklusif, tidak boleh diprivatisasi tanpa izin," tambahnya.

Menelan Hujatan demi Ketertiban

Meski kerap menerima caci maki dan resistensi di lapangan, Satpol PP Kota Bengkulu bergeming. Bagi Sahat, ketertiban kota bukan sekadar soal estetika atau "kota yang cantik", melainkan soal peradaban dan kemanusiaan.

Menjaga trotoar tetap bersih berarti memberikan akses yang layak bagi penyandang disabilitas, memberikan rasa aman bagi anak-anak, dan memuliakan pejalan kaki. "Masyarakat harus paham, penertiban ini adalah bentuk kasih sayang pemerintah agar kotanya tertib, aman, dan memanusiakan manusianya," pungkasnya. ***

Terkini