Bengkulu - UPT Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu kembali menggelar edukasi dan bimbingan dalam upaya pelestarian kekekayaan bahasa nusantara, kali ini dalam tajuk Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengajar BIPA Berbasis Budaya Lokal Bengkulu selama 3 (tiga) hari yakni 3-5 Juni 2024 di Santika Hotel Bengkulu.
BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) merupakan program pembelajaran Bahasa Indonesia yang subjeknya pembelajar asing. BIPA menjadi salah satu fokus utama dari Kantor Bahasa dibawah naungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Aspek budaya yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari bahasa dan pengajarannya, menjadi salah satu aspek utama dalam pembinaan dan pengembangan BIPA sebagaimana yang dilakukan UPT Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu. Tidak hanya sekedar menjadi sarana tercepat dan termudah dalam pembelajaran BIPA, budaya sekaligus menjadi pintu utama pengenalan kekayaan nusantara khususnya kekayaan tak benda mulai dari kesenian, bahasa hingga tradisi. Sehingga pembelajar BIPA tidam hanya menguasai bahasa Indonesia namun juga pengetahuan serta pemahaman akan budaya nusantara khususnya Bengkulu.
"Tujuan BIPA salah satunya adalah membuat para pembelajar menguasai bahasa Indonesia sekaligus budaya, dan diharapkan sekaligus menjadi duta budaya Indonesia secara tidak langsung saat mereka kembali ke negara asal," terang Jimmy Hendarta, S.S., selaku Ketua Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) BIPA Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu.
Sementara itu Kepala Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu, Dwi Laily Sukmawati S.Pd., M.Hum., berharap para peserta bimtek yang diinapkan selama 3 hari penuh di Santika Hotel Bengkulu tidak hanya mendapatkan materi bimbingan namun juga bisa menghasilkan output nyata berupa modul serta materi ajar BIPA sendiri.
"Ini sangat istimewa karena untuk kali pertama kegiatan bimtek BIPA di Bengkulu, seluruh peserta kita inapkan selama 3 hari. Harapannya tentu agar rekan-rekan pengajar BIPA dapat lebih fokus dan maksimal mengikuti pelatihan, serta menghasilkan output materi ajar yang nantinya bisa kita cetak atau susun dalam bentuk antologi", jelas Dwi Laily Sukmawati saat membuka rangkaian Bimtek BIPA pada Senin (3/6/2024) petang.
Ada satu hal menggelitik yang disampaikan salah satu narasumber yang dihadirkan dalam bimbingan teknis kali yakni Firmansyah, S.Pd atau yang lebih dikenal luas sebagai Emong Suwandi seorang budayawan Bengkulu asal Kabupaten Kepahiang. Dalam ulasannya, Emong menyampaikan salah satu kekhawatiran terbesar para budayawan maupun pegiat bahasa yakni terancam punahnya salah satu bahasa daerah asli Bengkulu yaitu bahasa Enggano. Bahkan Emong Suwandi menyebut bahasa Enggano menjadi satu dari 16 bahasa nusantara yang kini dinyatakan terancam punah.
Ada banyak faktor yang ditengarai menjadi penyebab menurunnya penggunaan atau penuturan bahasa Enggano, mulai dari akulturasi dan asimilasi budaya yang semakin cepat seiring massifnya media sosial, serta minimnya pelaksanaan atau gelaran tradisi budaya sehingga semakin mengurangi saluran pembelajaran dan penuturan bahasa Enggano.
"Bahasa Enggano inikan sangat unik ya mas, sangat jauh berbeda dengan bahasa melayu Bengkulu yang memiliki 9 dialek maupun bahasa Rejang. Koso kata yang digunakan dengan arti atau maksud yang sama, sangat jarang sekali mirip dengan 2 bahasa induk di Bengkulu, ditambah lagi letak geografisnya yang merupakan salah satu pulau terdepan atau terluar Indonesia dan sangat jauh dari daratan Bengkulu", urai Emong Suwandi, pemilik nama asli Firmansyah ini saat ditemui sesuai memaparkan materi.
Pihak Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu sendiri sudah merespon cepat kondisi ini dengan melakukan upaya revitalisasi bahasa daerah yakni bahasa Rejang, bahasa Enggano, dan bahasa Bengkulu dengan sembilan dialek, sejak tahun 2023 lalu.
Upaya ini dikelola langsung oleh KKLP Pemodernan Bahasa dan Sastra Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu, melibatkan pemerintah daerah serta para budayawan atau pegiat terkait. Upaya ini diharapkan perlahan-lahan bisa menghidupkan kembali bahasa-bahasa daerah khususnya yang terancam punah tepatnya bahasa Enggano, dengan sasaran utama Tunas Muda penutur bahasa daerah (usia sekolah dasar hinga menengah pertama).
Diharapkan upaya ini bisa benar-benar mendapat sambutan dan dukungan banyak pihak terkait khususnya para pembuat kebijakan, karena perlunya langkah-langkah penyelamatan khusus.(Prio Susanto)