BENGKULU – Guru Besar Ekologi Manusia Universitas Bengkulu, Prof. Panji Suminar, mengidentifikasi 19 kearifan lokal Suku Serawai yang disebut Celako Kemali sebagai basis pengetahuan adaptasi perubahan iklim. Temuan ini disampaikan dalam orasi ilmiah pengukuhan guru besar bertajuk “Menjaga Bumi, Merawat Pengetahuan: Transformasi Epistemologi Ekologi dalam Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan” di Universitas Bengkulu, Selasa (30/9/2025).
Menurut Prof. Panji, krisis ekologis bukan semata masalah teknis lingkungan, melainkan juga krisis etika dan peradaban. Ia menegaskan, indigenous ecological knowledge (IEK) seperti Celako Kemali bukan warisan masa lalu, melainkan sumber daya pengetahuan yang relevan untuk merancang masa depan lingkungan berkelanjutan.
“Celako Kemali berisi norma, tabu, dan larangan yang mengatur tata kelola pertanian dan perkebunan masyarakat Serawai. Dari 19 aturan, tiga sudah punah karena keterbatasan lahan dan kepadatan penduduk, lima dimodifikasi dengan praktik adat, dan 11 masih dijalankan sepenuhnya,” jelasnya.
Tiga aturan yang punah, antara lain larangan mengelola tanah lebih dari sekali setahun (Kijang Ngulang Tai), larangan menebang pohon di lereng bukit dekat persawahan (Sepenetaan akaqh kayu), dan larangan membuka lahan di lembah yang dikelilingi bukit (Umo tekeno tana tigo).
Sementara lima aturan yang kini termodifikasi mencakup larangan membuka lahan di wilayah angker (Manggang tetugu), lokasi roh leluhur (Tana penyakitan), delta sungai (Binti meretas tanjung), kawasan roh halus (Tanam tungku buisi), serta larangan menebang hutan di lereng dengan aliran sungai di bawahnya (Bemban teralai).
Sebanyak 11 aturan lain masih berlaku penuh, misalnya larangan membuka lahan di makam leluhur (Tanah siboan), hulu sungai (Setabua gendang), lereng dengan dua mata air (Ulu tulung betangisan), hingga kawasan perbukitan yang dianggap habitat satwa buas (Macan merunggu).
“Celako Kemali sejatinya adalah pesan keseimbangan ekologis. Ia menyimpan panduan etika lingkungan yang mestinya dijadikan pertimbangan utama dalam setiap pembangunan di Bengkulu,” tegas Prof. Panji Suminar.
Suku Serawai, salah satu suku besar di Bengkulu, mendiami wilayah Seluma dan Bengkulu Selatan. Kearifan ekologis mereka lahir dari praktik bercocok tanam yang diwariskan lintas generasi. (Cik)