Hidroponik Jadi Alternatif Pertanian Modern di Bengkulu

Hidroponik Jadi Alternatif Pertanian Modern di Bengkulu
Dalam hidroponik ada beberapa metode, seperti DFT (Deep Flow Technique), NFT (Nutrient Film Technique), dan rakit apung.

Bengkulu - Di tengah keterbatasan lahan dan tuntutan pangan sehat, pertanian hidroponik hadir sebagai solusi baru. Pemilik tanaman hidroponik di Bengkulu, Sumardi,  menyampaikan bahwa usahanya mulai berjalan pada 2021 Dengan memanfaatkan teknologi Nutrient Film Technique (NFT),  Sistem ini memanfaatkan aliran air nutrisi dengan kemiringan tertentu sehingga akar tanaman mendapatkan pasokan optimal.

“Dalam hidroponik ada beberapa metode, seperti DFT (Deep Flow Technique), NFT (Nutrient Film Technique), dan rakit apung. Saya memilih NFT karena alirannya terus bergerak dan kemiringan membantu percepatan tumbuh tanaman,” ujar Sumardi.

Pada awal usaha, sumardi membudidayakan berbagai jenis tanaman seperti bayam merah, kangkung, sawi pangsit, selada, dan pakcoy. Namun, saat ini komoditas yang ditanam dipilih berdasarkan permintaan pasar.

Meski Bengkulu memiliki iklim panas karena dekat dengan pantai, Sumardi tetap menanam selada impor yang umumnya tumbuh di daerah dingin. Menurutnya, panas justru membuat kualitas selada lebih baik.

“Kalau teduh, tanaman akan bolting atau meninggi karena kurang sinar matahari. Justru selada ini harus panas kalau mau kualitasnya bagus,” ujarnya

Hasil panen hidroponik Sumardi dipasarkan ke sejumlah wilayah seperti Kaur, Arga Makmur, Bengkulu Tengah, Kota Bengkulu, dan Mukomuko. Panen bisa dilakukan setiap hari karena manajemen tanam diatur bergiliran. Sehingga Produksi harian mencapai 30 hingga 50 kilogram dengan harga jual 30 ribu rupiah per kilogram.

Sumardi menambahkan, sebagian masyarakat belum tertarik pada sayuran hidroponik karena harga lebih tinggi dibanding pasar konvensional. Namun, ia menegaskan hidroponik menghasilkan sayuran bersih, higienis, dan jauh dari tanah.
Selain produksi, Sumardi juga aktif memberikan edukasi kepada anak-anak sekolah dan generasi muda tentang hidroponik.

“Hidroponik ini bisa jadi solusi bagi anak-anak muda yang mau bertani tanpa lahan luas. Bahkan di loteng rumah pun bisa, dan tidak perlu bersentuhan dengan tanah,” ujarnya.

Dengan konsistensi produksi dan edukasi yang dilakukan, Sumardi berharap hidroponik dapat menjadi alternatif pertanian yang diterima lebih luas oleh masyarakat Bengkulu, sekaligus mendukung ketersediaan pangan sehat di daerah tersebut. (Reski)