Idul Adha di Tengah Konflik: Warga Gaza dan Yaman Rayakan di Antara Reruntuhan

Idul Adha di Tengah Konflik: Warga Gaza dan Yaman Rayakan di Antara Reruntuhan
Warga Palestina menggelar salat Idul Adha di dekat reruntuhan masjid Al-Rahma yang hancur akibat serangan udara Israel, di tengah konflik Israel-Hamas, di Khan Younis, di Jalur Gaza selatan, Minggu 16 Juni 2024. (FOTO: Reuters Via VOA Indonesia)

IKOBENGKULU.COM – Jemaah haji di Arab Saudi memulai ritual lempar jumrah di tengah teriknya musim panas. Ritual ini menandai hari-hari terakhir ibadah haji dan dimulainya perayaan Iduladha bagi umat Islam di seluruh dunia.

Di Khan Younis, Jalur Gaza, warga Palestina mengadakan salat Id di antara reruntuhan. Di tengah perang yang berkecamuk, warga memperingati Iduladha tanpa kemeriahan. Mereka membentangkan sajadah di sela puing-puing bangunan yang hancur, sementara segelintir anak mengenakan pakaian tradisional jalabiya untuk ikut salat berjemaah.

Mahmoud Abdel Jawad, seorang warga di sana, mengatakan, “Saat ini kita berada di sekitar Masjid Al-Amal. Sebagai muslim, kami mengikuti salat Id. Seperti yang Anda tahu, bagi muslim, Iduladha adalah saatnya berkurban, tapi Iduladha kali ini tidak ada tanda-tanda perayaan. Tidak ada hewan kurban. Kini justru kami yang mengorbankan diri kami sendiri, kami mengorbankan tubuh kami sendiri. Tidak ada perayaan Iduladha di Gaza.”

Warga Palestina menerima bantuan selama serangan Israel di Jalur Gaza di Rafah pada 9 Januari 2024. Pasokan makanan kini terancam, dan mereka yang mengungsi akibat serangan tersebut menghadapi krisis kesehatan masyarakat, kata seorang pejabat senior PBB pada 14 Juni 2024.

Di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, ribuan muslim melaksanakan salat Id pada Minggu. Laki-laki, perempuan, dan anak-anak tiba di Kota Tua Yerusalem sejak matahari terbit untuk menuju situs suci bagi umat Islam dan Yahudi tersebut.

Di Kosovo, sebelah tenggara Eropa, umat Islam berbondong-bondong ke masjid untuk mengikuti salat Id. Kosovo adalah negara dengan populasi 1,8 juta jiwa, mayoritas beragama Islam dengan minoritas Katolik dan Ortodoks.

Naim Ternava, kepala Komunitas Islam Kosovo, mengatakan, “Untuk itulah, pada kesempatan ini, saya berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menyelimuti kita dengan kedamaian, berkah dan rahmat di hari yang penuh berkah ini, untuk memberikan kebaikan, keberlimpahan, keamanan dan stabilitas kepada negara kita dan dunia. Dan secara khusus kami berdoa kapadaMu, Tuhan, agar perdamaian kembali hadir di Palestina dan Ukraina.”

 

Ribuan orang mengikuti salat Id di dalam dan luar Masjid Katedral Pusat di Moskow dan Masjid Ahmad Kadyrov di ibu kota Chechnya, Grozny, yang merupakan salah satu masjid terbesar di Eropa.

Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya, menuturkan, “Pada (hari) suci ini, saya ingin mendoakan perdamaian, rasa hormat, agar selalu ada saling pengertian, rahmat dari Yang Maha Kuasa, agar tidak ada lagi peperangan, agar kita selalu memperlakukan satu sama lain dengan cinta dan hormat.”

Iduladha biasanya dirayakan dengan makan-makan bersama keluarga, mengenakan pakaian baru, hingga membagikan daging kurban kepada warga kurang mampu. Salah satu ritual terpenting dalam hari raya itu adalah penyembelihan hewan kurban, untuk memperingati kisah dalam kitab suci Al-Qur’an, mengenai kesediaan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya, Ismail, sebagai wujud ketaatannya kepada Tuhan.

Di Yaman, warga muslim kesulitan menjalankan ibadah kurban di tengah konflik yang masih membara dan menyebabkan masyarakatnya kesulitan ekonomi. Di pasar ternak di Yaman, menjelang Iduladha, baik pedagang maupun pembeli mengaku sulit bertransaksi karena banyaknya keluarga yang semakin sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi membeli hewan kurban.

Hamdi Al-Ahdal, seorang pedagang ternak, mengatakan, “Tahun ini, jujur, tidak ada pergerakan di pasar. Kami membawa hewan ternak, harganya pun murah, tapi likuiditas uang tunai minim. Orang-orang bertanya: Berapa harganya? Berapa harganya? Berapa harganya? Tapi tidak ada yang beli. Tapi kami tetap datang. Semoga Tuhan menolong kami.”

Yaman terjebak dalam konflik sejak kelompok Houthi yang didukung Iran menggulingkan pemerintahan di Sanaa pada tahun 2014. Koalisi militer pimpinan Arab Saudi lantas mengintervensi pada 2015, dengan tujuan mengembalikan pemerintahan yang saat ini beroperasi dari Aden.

PBB mengatakan lebih dari separuh populasi Yaman, sekitar 18 juta jiwa, membutuhkan bantuan kemanusiaan. Lembaga itu juga mengatakan lebih dari dua juta anak di negara itu dapat menderita gizi buruk dan memperingatkan perebakan kolera yang semakin cepat memburuk. ***