Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.* *
Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera
Fitrah manusia sejatinya sesuai dengan apa yang padanya melekat termasuk perintah untuk beribadah. Beribadah, bahkan kecenderungan untuk ke sana adalah sesuai dengan fitrah manusia. Maka sejatinya manusia membutuhkan cara untuk beribadah.
Lantaran ibadah adalah penghambaan manusia (dan bahkan jin) kepada Allah maka dengan rahmatNya, Allah mengutus rasulNya untuk menyampaikan tidak lain adalah juga dalam rangka menyampaikan rusalahNya sebagai bimbingan untuk melakukan ibadah, seperti contoh dalam melakukan salat.
Termasuk skala prioritas, dalam keilmuan syari'ah dikenal dengan hukum-hukum, seperti halal, mubah, makruh, yang di antaranya merupakan rumusan untuk memudahkan manusia dalam praktik ibadah.
Tidak dimaksudkan mempersulit atau menjadikan penyampai ilmu turut menjadi zindiq, ilmu-ilmu keislaman berfungsi juga memperjelas dan mempertegas sehingga tentu bermanfaat.
Manusia menurut Ammi Nur Bait melakukan dua kesalahan dalam menjalani kehidupan beribadah kepada Allah yaitu sikap berlebih-lebihan atau disebut "al-Ghuluww" dan sikap meremehkan atau "al-Jafa"'.
Keduanya menjadi potensi seseorang terjebak pada kondisi dosa dan dapat menjerumuskannya semakin jauh.
Sikap "al-Ghuluww" atau berlebih-lebihan dapat berupa harapan dalam bentuk amalan, yaitu mengharap beramal secara berlebih-lebihan dapat menjadikannya melebihi Nabi Muhammad Shallahu 'alaihi wa sallam dan ini tentu tidak mungkin.
Angan ini hanya akan membawa seseorang kepada sikap "al-Ghuluww" atau berlebih-lebihan. Sikap berlebih-lebihan atau "al-Ghuluww" ini menurut deskripsi laman Ustadz tersebut bersumber dari malas karena menuruti hawa nafsu.
Hal ini pernah terjadi di zaman Rasul yang dikisahkan dalam hadits dari Anas Radhiyallahu anhu ia berkata, “Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi Muhammad SAW untuk bertanya tentang ibadah Beliau Nabi Muhammad SAW .
Lalu setelah mereka diberitahukan (tentang ibadah Beliau Nabi Muhammad SAW), mereka menganggap ibadah Beliau itu sedikit sekali.
Mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Nabi Muhammad SAW ! Beliau Nabi Muhammad SAW telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang.
” Salah seorang dari mereka mengatakan, “Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Lalu orang yang lainnya menimpali, “Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa terus menerus tanpa berbuka.”
Kemudian yang lainnya lagi berkata, “Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya.” Kemudian, Rasûlullâh mendatangi mereka, seraya bersabda, “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu?
Demi Allâh! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allâh dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian.
Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku" (H. R. Bukhori No. 5063 dan Muslim No. 1404).
Lawan dari "al-Ghuluww" atau berlebih-lebihan, "al-Jafa'" adalah sikap meremehkan yang membawa seseorang menganggap enteng suatu amalan secara remeh untuk kemudian meninggalkannya.
Sikap meremehkan atau "al-Jafa'" merupakan sikap yang juga berbahaya. Berawal pada anggapan remeh terhadap suatu amalan, menjadikan dosa seseorang tersebut justru lambat-laun kian menjadi-jadi.
"Al-Ghuluww" atau berlebih-lebihan dan "al-Jafa'" baik terhadap perintah untuk melakukan suatu amal ibadah maupun menjauhi larangan Allah, keduanya adalah tidak terpuji dan perlu untuk diwaspadai.
Selain itu, sikap hati-hati terhadap skala prioritas dalam pengertian hukum sebagaimana yang dikemukakan para Ulama' penting untuk diperhatikan untuk ditinjau dengan kondisi diri.
Demikian artikel ini disusun agar dapat menjadi penerang sebagaimana sifat ilmu serta diambil manfaatnya dan mengharap keberkahan dari Allah.
Tidak maksud menggurui, namun sikap "wasathiyyah" atau pertengahan terkhusus kaitannya dalam menyikapi "al-Ghuluww" yaitu berlebih-lebihan dan "al-Jafa'" yang berarti merehkan dapat menjadi pilihan, atau sekedar alternatif, "Allahu a'lam." ***